BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
Agama Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikan kearah
tujuan yang dicita-citakan. Bahkan
metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik dianggap lebih
signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Sebuah filosofis mengatakan bahwa “al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dari materi)
adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi anak didik walaupun sebenarnya
materi yang disampaikan
tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik, karena disampaikan
dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna
oleh anak didik. Oleh karena itu, penerapan metode yang tepat sangat
mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses pembelajaran.[1]
Penggunaan
metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam
mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kompetensi dasar. Cukup banyak
bahan pelajaran yang terbuang percuma hanya karena penggunaan metode menurut
kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta situasi kelas.[2]
PEMBAHASAN
1. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya “berpura-pura atau berbuat seakan-akan”.[3] Didalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia Dinyatakan bahwa simulate adalah “pekerjaan tiruan atau meniru, sedang simulate artinya menirukan, pura-pura atau berbuat seolah-olah” Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan “cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu”.
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud, simulasi dalam perspektif model pembelajaran adalah sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi itu adalah sebuah model yang berisi seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem kehidupan yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusan-keputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa dimodifikasi secara nyata.[4] Sementara menurut Sri Anitah, W. dkk, metode simulasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di sekolah dasar.[5]
Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Jadi metode simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang bersifat menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya.
2. Karakteristik Metode Simulasi
Sebagai sebuah metode pembelajaran yang bersifat peniruan suatu peristiwa, metode simulasi memiliki karakteristik yang mencerminkan metode ini berbeda dengan metode-metode lain, di antaranya:
a. Banyak digunakan pada pembelajaran PKn, IPS, pendidikan agama dan
pendidikan apresiasi,
b. Pembinaan kemampuan bekerja sama, komunikasi, dan
interaksi merupakan bagian dari keterampilan yang akan dihasilkan melalui pembelajaran
simulasi;
c. Metode ini menuntut lebih banyak aktivitas siswa;
d. Dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis
kontekstual;
e. Bahan pembelajaran dapat diangkat dari kehidupan
sosial, nilai-nilai sosial, maupun masalah-masalah sosial[6]
3. Prinsip - Prinsip Simulasi
Agar
Pemakaian simulasi dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka dalam
pelaksanaanya memperhatikan prinsi-prinsip sebagai berikut:
a. Simulasi itu dilakukan oleh kelompok peserta didik dan
setiap kelompok mendapat
kesempatan untuk melaksanakan simulasi yang sama
maupun berbeda;
b. Semua peserta didik harus dilibatkan sesuai
peranannya;
c. Penentuan topik dapat dibicarakan bersama;
d. Petunjuk simulasi terlebih dahulu disiapkan secara
terperinci atau secara garis besarnya,
tergantung pada bentuk dan tujuan
simulasi;
e. Dalam kegiatan simulasi hendaknya mencakup semua ranah
pembelajaran; baik kognitif,
afektif maupun psikomotorik;
f. Simulasi adalah latihan keterampilan agar dapat
menghadapi kenyataan dengan baik;
g. Simulasi harus menggambarkan situasi yang lengkap dan
proses yang berurutan yang
diperkiran terjadi dalam situasi yang
sesungguhnya; dan
h. Hendaknya dapat diusahakan terintegrasinya beberapa
ilmu , terjadinya proses sebab akibat,
pemecahan masalah dan sebagainya.[7]
Prinsip-prinsip tersebut harus menjadi acuan dalam pelaksanaan
simulasi agar benar-benar dapat dilakukan sesuai konsep simulasi dalam berbagai
bentuknya. Prinsip ini berlaku dalam setiap mata pelajaran dan standar
kompetensi yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut yang berhubungan
dengan peristiwa nyata. Oleh sebab itu untuk memilih materi atau topik mana
yang akan digunakan dengan metode simulasi sangat bergantung pada karakteristik
dan prinsip-prinsip simulasi dihubungkan dengan karakteristik mata pelajaran
sebagaiman dijelaskan di atas. Oleh sebab itu tidak semua mata
pelajaran, kompetensi dasar, indikator, dan topik
pembelajaran berbagai mata pelajaran dapat digunakan dengan simulasi. Disinilah
pentingnya pemahaman dan analisa guru tentang karakteristik dan prinsip
metode simulasi dihubungkan dengan karakteristik mata pelajaran setiap
kompetensi dasarnya.
4. Tujuan Metode Simulasi
Metode simulasi bertujuan untuk:
1)
Melatih keterampilan tertentu baik bersifat
profesional maupun bagi kehidupan
sehari-hari;
2)
Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau
prinsip;
3) Melatih memecahkan masalah;
4)
Meningkatkan keaktifan belajar;
5)
Memberikan motivasi belajar kepada siswa;
6)
Melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi
kelompok;
7)
Menumbuhkan daya kreatif siswa; dan
8)
Melatih Peserta didik untuk memahami dan menghargai
pendapat serta peranan orang
lain.
Dengan
demikian penggunaan metode simulasi dalam proses pembelajaran sesuai dengan
kecenderungan pembelajaran modern yang menuju kepada pembelajaran peserta didik
yang bersifat individu dan kelompok kecil, heuristik (mencari
sendiri perolehan) dan aktif. Sesuai dengan hal ini simulasi menurut Derick, U
dan Mc Aleese, R, bahwa simulasi memiliki tiga sifat utama yang dapat
meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, yaitu:
1)
Simulasi adalah bentuk teknik mengajar yang
berorientasi pada keaktifan pesrta didik dalam
pembelajaran di kelas, baik guru
maupun peserta didik mengambil peran did dalamnya;
2)
Simulasi pada umumnya bersifat pemecahan masalah
yang sangat berguna untuk melatih
peserta didik melakukan pendekatan
interdisiplin di dalam pembelajaran. Di samping itu
dapat juga mempraktekkan
keterampilan-keterampilan sosial yang relevan dengan kehidupan
masyarakat;
3)
simulasi adalah model pembelajaran yang bersifat
dinamis dalam arti sangat sesuai untuk menghadapi situasi-situasi yang berubah
yang membutuhkan keluwesan dalam berpikir dan memberikan jawaban terhadap
keadaan yang cepat berubah.
5. Kelebihan dan Kelemahan
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:
a.
Siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikasi
dalam kelompoknya;
b.
Aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran
sehingga terlibat langsung dalam
pembelajaran;
c. Dapat membiasakan siswa untuk memahami permasalahan
sosial (merupakan
implementasi pembelajaran yang berbasis kontekstual);
d.
Dapat membina hubungan personal yang positif,
e.
Dapat membangkitkan imajinasi, Membina hubungan
komunikatif dan bekerja sama dalam
f. Menciptakan kegairahan peserta didik untuk belajar;
g. Memupuk daya cipta peserta didik;
h. Dapat menjadi bekal bagi kehidupannya di masyarakat;
i. Mengurangi hal-hal yang bersifat abstrak dengan
menampilkan kegiatan yang nyata;
j. Dapat ditemukan bakat-bakat baru dalam bermain atau
beracting.[9]
Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai
kelemahan, di antaranya:
a. Relatif memerlukan waktu yang cukup banyak;
b.
Sangat bergantung pada aktivitas siswa;
c. Cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar;
d.
Banyak siswa yang kurang menyenangi sosiodrama sehingga
sosiodrama tidak efektif.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa simulasi sekalipun banyak keunggulan namun
sebagai sebuah metode pembelajaran tetap memiliki kelemahan. Berbagai kelebihan
di atas perlu diketahui oleh seorang guru agar potensi yang ada dapat
dimaksimalkan, namun kelemahan bisa diatasi dengan berbagai cara agar
pembelajaran sesuai kondisi dan waktu yang telah disediakan.
6. Prosedur
Prosedur metode simulasi yang harus ditempuh dalam pembalajaran adalah sebagai berikut:
a.
Menetapkan
topik simulasi yang diarahkan oleh guru
b.
Menetapkan
kelompok dan topik-topik yang akan dibahas
c.
Simulasi
diawali dengan petunjuk dari guru
tentang prosedur, teknik, dan peran yang
dimainkan
d.
Proses
pengamatan terhadap proses, peran, teknik, dan prosedur dapat dilakukan dengan
diskusi.
e.
Kesimpulan
dan saran dari kegiatan simulasi
Menurut Suwarna, M.Pd
Langkah-langkah yang perlu ditempuh
dalam melaksanakan simulasi adalah:
1)
Menentukan
topik serta tujuan yang ingin dicapai
2)
Memberikan
gambaran tentang situasi yang akan
disimulasikan
3)
Membentuk
kelompok dan menentukan peran masing-masing
4)
Menetapkan
lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi
5)
Melaksanakan
simulasi
6)
Melakukan
penilaian
7. Bentuk-bentuk Simulasi
Ditinjau dari peran yang dibawakan atau dilakukan oleh peserta didik dalam pembelajaran, menurut ramayulis, bentu-bentuk simulasi dapat dibedakan menjadi:[10]
a.
Pre-Teaching/Micro Teaching; berguna
untuk latihan mengajar oleh calon pendidik yang
mana peserta didiknya adalah
teman-teman calon pendidik;
b.
Sosiodrama; permainan
peranan yang diselenggarakan dimaksudkan untuk menentukan
alternatif pemecahan
sosial;
c.
Psikodrama; permainan
peranan yang diselenggarakan dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan
memperoleh pemahaman yang lebih tentang dirinya, penemuan konsep diri,
reaksi
terhadap tekanan yang menimpa dirinya;
d.
Simulasi game; adalah
permainan peranan dimana para pemainnya berkompetisi untuk
mencapai tujuan
tertentu dengan mentaati peraturan yang di tetapkan;
e.
Role Playing; permainan peranan yang diselenggarakan untuk mengkreasi kembali
peristiwa-peristiwa sejarah, mengkreasi kemungkinan masa depan, mengekspos
kejadian-
kejadian masa kini dan sebagainya.
8. Peranan Guru Dalam Metode Simulasi
Ada tiga peranan yang dapat dilakukan guru dalam memimpin dan mengelola simulasi bagi pesrta didik, pertama, Menjelaskan (Explaining); peserta didik sebagai pemegang peran perlu memahami garis besar berbagai aturan dari kegiatan atau peralatan yang diperlukan, atau tentang implikasi dari setiap tindakan yang ia lakukan.Dalam hal ini dapat menjelaskan sekedarnya kepada peserta didik, pemahaman peserta didik terhadap pokok kegiatan simulasi serta implikasi-implikasinya akan menjadi lebih jelas setelah pesrta didik melakukannya sendiri atau setelah dilakukan diskusi. Kedua, mewasiti(refereeing); guru harus membentuk kelompok-kelompok dan membagi peserta didik dalam kelompok atau peran sesuai dengan kemampuan dan keinginan peserta didik. Selain itu guru harus mengawasi partisipasi peserta didik dalam permainan simulasi. Ketiga,melatih (Ciaching) guru juga harus bertindak sebagai seorang pelatih yang memberikan petunjuk-petunjuk kepada peserta didik agar mereka dapat berperan dengan baik. Keempat,memimpin diskusi (discussing); selama permainan berlangsung guru akan memimpin kelas dalam suasana diskusi, misalnya membicarakan tanggapan peserta didik dan kesukaran yang dijumpai, cara-cara untuk menguji kebenaran permainan dan bagaimana permainan simulasi itu dinyatakan dengan kehidupan yang sebenarnya.[11]
BAB III
SIMPULAN
Setelah kita
pahami isi dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam pembelajaran
sangat di butuhkan metode supaya berjalannya sebuah pembelajaran dengan lancar.
Pada makalah ini hanya di sebutkan tentang metode simulasi, yaitu
peniruan atau perbuatan yang bersifat menirukan suatu peristiwa
seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya, atau dapat dikatakan dengan
akting. Salah satu tujuannya adalah melatih keterampilan tertentu baik bersifat
profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab
itu metode ini tentu memiliki karakteristik tersendiri dan dapat digunakan
untuk bidang-bidang studi tertentu. Dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan
dan peralatan yang memadai dan yang tidak kalah penting adalah diperlukan
kemmapuan guru sebagai sutradara dalam menetapakan, mengarahkan, dan menilai
pelaksanaan simulasi. Agar metode yang digunakan benar-benar dapat mempengaruhi
kehidupan peserta didik.
Dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam, metode ini bisa digunakan untuk bidang-bidang
seperti sejarah dan pendidikan akhlak. Peserta didik diharapkan mampu menirukan
peristiwa sejarah atau perilaku keagamaan yang diharapkan dapat dicontoh atau
diteladani oleh peserta didik dalam kehidupan, atau bisa juga perilaku atau
peran-peran yang harus dihindari oleh peserta didik dalam kehidupan agar
peserta didik memiliki kemampuan mengamalkan perintah agama dan menjauhi
larangan.
DAFTAR PUSTAKA
Armai Arief, Pengantar Ilmu
dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press.2002)
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta. 2006)
Desy Anwar, Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia. 2003)
Udin Syaefudin Sa’ud , Perencanaan
Pendidikan Pendekatan Komprehensif (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,2005)
Anitah, Sri, W, dkk , Strategi
Pembelajaran di SD, ( Jakarta: Universitas Terbuka., 2007)
Ramayulis, Metodologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012
Anissatul Mufarrokah, Strategi
Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009)
Dahlan, M.D, Model-model
mengajar, Bandung: CV. Diponegoro, 1984)
DAFTAR ISI
6.
Prosedur
[1] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), hal. 39.
[2] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar
Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2006), hal. 87.
[3]
Desy Anwar, Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), hal. 443.
[4] Udin Syaefudin Sa’ud , Perencanaan Pendidikan
Pendekatan Komprehensif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005), h. 129)
[5]
Anitah, Sri, W, dkk , Strategi
Pembelajaran di SD, ( Jakarta: Universitas Terbuka., 2007), h,
5..22
[6] ibid, h. 5.23
[7]
Ramayulis, Metodologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, cet. VII, (Jakarta: Kalam Mulia,
2012), h. 382
[8] op cit, h. 5.24
[9] Anissatul Mufarrokah, Strategi
Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 94
[10] Ibid h. 383
[11] Dahlan, M.D, Model-model mengajar, Bandung:
CV. Diponegoro, 1984), h. 158-160
0 comments:
Post a Comment