SELAMAT DATANG DI BLOG MARTHA PUSPITA RIMA PUTRI ^_^ BLOG BERBAGI INFORMASI SEPUTAR ILMU PENGETAHUAN DAN DUNIA PENDIDIKAN :)

Friday, 2 January 2015

Pembelajaran Simulasi

BAB I

PENDAHULUAN


Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikan kearah tujuan yang dicita-citakan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Sebuah filosofis mengatakan bahwa “al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dari materi) adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi anak didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik, karena disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna oleh anak didik. Oleh karena itu, penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses pembelajaran.[1] 
Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kompetensi dasar. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang percuma hanya karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta situasi kelas.[2]





                                                                           BAB II

 

PEMBAHASAN

 

1.   Metode Simulasi

Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya “berpura-pura atau berbuat seakan-akan”.[3] Didalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia Dinyatakan bahwa simulate adalah “pekerjaan tiruan atau meniru, sedang simulate artinya menirukan, pura-pura atau berbuat seolah-olah” Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan “cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu”.

Menurut Udin Syaefudin Sa’ud, simulasi dalam perspektif model pembelajaran adalah sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi itu adalah sebuah model yang berisi seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem kehidupan yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusan-keputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa dimodifikasi secara nyata.[4] Sementara menurut Sri Anitah, W. dkk,  metode simulasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di sekolah dasar.[5]

Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Jadi metode simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang bersifat menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya.


2.   Karakteristik Metode Simulasi

Sebagai sebuah metode pembelajaran yang bersifat peniruan suatu peristiwa, metode simulasi memiliki karakteristik yang mencerminkan metode ini berbeda dengan metode-metode lain, di antaranya:

a.  Banyak digunakan pada pembelajaran PKn, IPS, pendidikan agama dan pendidikan apresiasi,
b. Pembinaan kemampuan bekerja sama, komunikasi, dan interaksi merupakan bagian dari keterampilan yang akan dihasilkan melalui pembelajaran simulasi;
c.   Metode ini menuntut lebih banyak aktivitas siswa;
d.   Dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis kontekstual;
e.   Bahan pembelajaran dapat diangkat dari kehidupan sosial, nilai-nilai sosial, maupun masalah-masalah sosial[6]

3.   Prinsip - Prinsip Simulasi

Agar Pemakaian simulasi dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka dalam pelaksanaanya memperhatikan prinsi-prinsip sebagai berikut:
a.    Simulasi itu dilakukan oleh kelompok peserta didik dan setiap kelompok mendapat 
       kesempatan untuk melaksanakan simulasi yang sama maupun berbeda;
b.    Semua peserta didik harus dilibatkan sesuai peranannya;
c.    Penentuan topik dapat dibicarakan bersama;
d.    Petunjuk simulasi terlebih dahulu disiapkan secara terperinci atau secara garis besarnya, 
       tergantung pada bentuk dan tujuan simulasi;
e.    Dalam kegiatan simulasi hendaknya mencakup semua ranah pembelajaran; baik kognitif,
       afektif maupun psikomotorik;
f.     Simulasi adalah latihan keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan dengan baik;
g.    Simulasi harus menggambarkan situasi yang lengkap dan proses yang berurutan yang
       diperkiran  terjadi dalam situasi yang sesungguhnya; dan
h.    Hendaknya dapat diusahakan terintegrasinya beberapa ilmu , terjadinya proses sebab akibat, 
       pemecahan masalah dan sebagainya.[7]
Prinsip-prinsip tersebut  harus menjadi acuan dalam pelaksanaan simulasi agar benar-benar dapat dilakukan sesuai konsep simulasi dalam berbagai bentuknya. Prinsip ini berlaku dalam setiap mata pelajaran dan standar kompetensi yang sesuai dengan prinsip-prinsip  tersebut yang berhubungan dengan peristiwa nyata. Oleh sebab itu untuk memilih materi atau topik mana yang akan digunakan dengan metode simulasi sangat bergantung pada karakteristik dan prinsip-prinsip simulasi dihubungkan dengan karakteristik mata pelajaran sebagaiman dijelaskan di atas. Oleh sebab itu tidak semua mata pelajaran,   kompetensi dasar, indikator, dan   topik pembelajaran berbagai mata pelajaran dapat digunakan dengan simulasi. Disinilah pentingnya pemahaman  dan analisa guru tentang karakteristik dan prinsip metode simulasi dihubungkan dengan karakteristik mata pelajaran setiap kompetensi dasarnya.

4.   Tujuan Metode Simulasi

Metode simulasi bertujuan untuk:

1)      Melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan
         sehari-hari;
2)      Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip;
3)      Melatih memecahkan masalah;
4)      Meningkatkan keaktifan belajar;
5)      Memberikan motivasi belajar kepada siswa;
6)      Melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok;
7)      Menumbuhkan daya kreatif siswa; dan
8)      Melatih Peserta didik untuk memahami dan menghargai pendapat serta peranan orang
         lain.
Dengan demikian penggunaan metode simulasi dalam proses pembelajaran sesuai dengan kecenderungan pembelajaran modern yang menuju kepada pembelajaran peserta didik yang bersifat individu dan kelompok kecil, heuristik (mencari sendiri perolehan) dan aktif. Sesuai dengan hal ini simulasi menurut Derick, U dan Mc Aleese, R, bahwa simulasi memiliki tiga sifat utama yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, yaitu:
1)      Simulasi adalah bentuk teknik mengajar yang berorientasi pada keaktifan pesrta didik dalam
         pembelajaran di kelas, baik guru maupun peserta didik mengambil peran did dalamnya;
2)      Simulasi pada umumnya bersifat  pemecahan masalah yang sangat berguna untuk melatih
        peserta didik melakukan pendekatan interdisiplin di dalam pembelajaran. Di samping itu
       dapat juga mempraktekkan keterampilan-keterampilan sosial yang relevan dengan kehidupan
       masyarakat;
3)      simulasi adalah model pembelajaran yang bersifat dinamis dalam arti sangat sesuai untuk menghadapi situasi-situasi yang berubah yang membutuhkan keluwesan dalam berpikir dan memberikan jawaban terhadap keadaan yang cepat berubah.

5.   Kelebihan dan Kelemahan

Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:

a.       Siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikasi dalam kelompoknya;
b.       Aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam
          pembelajaran;
c.       Dapat membiasakan siswa untuk memahami permasalahan sosial (merupakan
          implementasi  pembelajaran yang berbasis kontekstual);
d.       Dapat membina hubungan personal yang positif,
e.       Dapat membangkitkan imajinasi, Membina hubungan komunikatif dan bekerja sama dalam
         kelompok.[8]
f.       Menciptakan kegairahan peserta didik untuk belajar;
g.      Memupuk daya cipta peserta didik;
h.      Dapat menjadi bekal bagi kehidupannya di masyarakat;
i.       Mengurangi hal-hal yang bersifat abstrak dengan menampilkan kegiatan yang nyata;
j.       Dapat ditemukan bakat-bakat baru dalam bermain atau beracting.[9]

Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
a.      Relatif memerlukan waktu yang cukup banyak;
b.      Sangat bergantung pada aktivitas siswa;
c.      Cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar;
d.      Banyak siswa yang kurang menyenangi sosiodrama sehingga  sosiodrama tidak efektif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simulasi sekalipun banyak keunggulan namun sebagai sebuah metode pembelajaran tetap memiliki kelemahan. Berbagai kelebihan di atas perlu diketahui oleh seorang guru agar potensi yang ada dapat dimaksimalkan, namun kelemahan bisa diatasi dengan berbagai cara agar pembelajaran sesuai kondisi dan waktu yang telah disediakan.

6.   Prosedur

 Prosedur metode simulasi yang harus ditempuh dalam pembalajaran adalah sebagai berikut:

a.    Menetapkan topik simulasi yang diarahkan oleh guru
b.    Menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas
c.    Simulasi diawali dengan petunjuk  dari guru tentang prosedur, teknik, dan peran yang
       dimainkan
d.    Proses pengamatan terhadap proses, peran, teknik, dan prosedur dapat dilakukan dengan
      diskusi.
e.    Kesimpulan dan saran dari kegiatan simulasi
Menurut Suwarna, M.Pd Langkah-langkah yang perlu ditempuh  dalam melaksanakan simulasi adalah:
1)   Menentukan topik serta tujuan yang ingin dicapai
2)   Memberikan gambaran tentang  situasi yang akan disimulasikan
3)   Membentuk kelompok dan menentukan peran masing-masing
4)   Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi
5)   Melaksanakan simulasi
6)   Melakukan penilaian

7.    Bentuk-bentuk Simulasi

Ditinjau dari peran yang dibawakan atau dilakukan oleh peserta didik dalam pembelajaran, menurut ramayulis, bentu-bentuk simulasi dapat dibedakan menjadi:[10]

a.    Pre-Teaching/Micro Teaching; berguna untuk latihan mengajar oleh calon pendidik yang
       mana peserta didiknya adalah teman-teman calon pendidik;
b.    Sosiodrama; permainan peranan yang diselenggarakan dimaksudkan untuk menentukan 
       alternatif pemecahan sosial;
c.    Psikodrama; permainan peranan yang diselenggarakan dimaksudkan agar individu yang
      bersangkutan memperoleh pemahaman yang lebih tentang dirinya, penemuan konsep diri, 
      reaksi terhadap tekanan yang menimpa dirinya;
d.   Simulasi game; adalah permainan peranan dimana para pemainnya berkompetisi untuk
      mencapai tujuan tertentu dengan mentaati peraturan yang di tetapkan;
e.    Role Playing; permainan peranan yang diselenggarakan untuk mengkreasi kembali
      peristiwa-peristiwa sejarah, mengkreasi kemungkinan masa depan, mengekspos kejadian-
      kejadian masa kini dan sebagainya.

8.    Peranan Guru Dalam Metode Simulasi

Ada tiga peranan yang dapat dilakukan guru dalam memimpin dan mengelola simulasi bagi pesrta didik, pertama, Menjelaskan (Explaining); peserta didik sebagai pemegang peran perlu memahami garis besar berbagai aturan dari kegiatan atau peralatan yang diperlukan, atau tentang implikasi dari setiap tindakan yang ia lakukan.Dalam hal ini dapat menjelaskan sekedarnya kepada peserta didik, pemahaman peserta didik terhadap pokok kegiatan simulasi serta implikasi-implikasinya akan menjadi lebih jelas setelah pesrta didik melakukannya sendiri atau setelah dilakukan diskusi.  Kedua, mewasiti(refereeing); guru harus membentuk kelompok-kelompok dan membagi peserta didik dalam kelompok atau peran sesuai dengan kemampuan dan keinginan peserta didik. Selain itu guru harus mengawasi partisipasi peserta didik dalam permainan simulasi. Ketiga,melatih (Ciaching) guru juga harus bertindak sebagai seorang pelatih yang memberikan petunjuk-petunjuk kepada peserta didik agar mereka dapat berperan dengan baik. Keempat,memimpin diskusi (discussing); selama permainan berlangsung guru akan memimpin kelas dalam suasana diskusi, misalnya membicarakan tanggapan peserta didik dan kesukaran yang dijumpai, cara-cara untuk menguji kebenaran permainan dan bagaimana permainan simulasi itu dinyatakan dengan kehidupan yang sebenarnya.[11]





BAB III

SIMPULAN


Setelah kita pahami isi dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam pembelajaran sangat di butuhkan metode supaya berjalannya sebuah pembelajaran dengan lancar. Pada makalah ini hanya di sebutkan tentang metode simulasi, yaitu  peniruan atau perbuatan yang bersifat menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya, atau dapat dikatakan dengan akting. Salah satu tujuannya adalah melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu metode ini tentu memiliki karakteristik tersendiri dan dapat digunakan untuk bidang-bidang studi tertentu. Dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan dan peralatan yang memadai dan yang tidak kalah penting adalah diperlukan kemmapuan guru sebagai sutradara dalam menetapakan, mengarahkan, dan menilai pelaksanaan simulasi. Agar metode yang digunakan benar-benar dapat mempengaruhi kehidupan peserta didik.
Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, metode ini bisa digunakan untuk bidang-bidang seperti sejarah dan pendidikan akhlak. Peserta didik diharapkan mampu menirukan peristiwa sejarah atau perilaku keagamaan yang diharapkan dapat dicontoh atau diteladani oleh peserta didik dalam kehidupan, atau bisa juga perilaku atau peran-peran yang harus dihindari oleh peserta didik dalam kehidupan agar peserta didik memiliki kemampuan mengamalkan perintah agama dan menjauhi larangan.


DAFTAR PUSTAKA


 
     Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press.2002)
     Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
           Cipta. 2006)
     Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia. 2003)
     Udin Syaefudin Sa’ud , Perencanaan Pendidikan Pendekatan Komprehensif (Bandung:
           PT Remaja Rosdakarya,2005)
     Anitah, Sri, W, dkk , Strategi Pembelajaran di SD, ( Jakarta: Universitas Terbuka., 2007)
     Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012
     Anissatul Mufarrokah, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009)
     Dahlan, M.D, Model-model mengajar, Bandung: CV. Diponegoro, 1984)











DAFTAR ISI




[1] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal. 39.
[2] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2006), hal. 87.
[3] Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), hal. 443.
[4] Udin Syaefudin Sa’ud , Perencanaan Pendidikan Pendekatan Komprehensif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005), h. 129)
[5] Anitah, Sri, W, dkk , Strategi Pembelajaran di SD, ( Jakarta: Universitas Terbuka., 2007), h, 5..22
[6] ibid, h. 5.23
[7] Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, cet. VII, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 382

[8] op cit, h. 5.24
[9] Anissatul Mufarrokah, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009), h.  94
[10] Ibid h. 383
[11] Dahlan, M.D, Model-model mengajar, Bandung: CV. Diponegoro, 1984), h. 158-160

0 comments:

Post a Comment

Love is...
© Rima Putri's Blog - Template by Blogger Sablonlari - Font by Fontspace