SELAMAT DATANG DI BLOG MARTHA PUSPITA RIMA PUTRI ^_^ BLOG BERBAGI INFORMASI SEPUTAR ILMU PENGETAHUAN DAN DUNIA PENDIDIKAN :)

Tuesday 8 July 2014

Tipologi Seni Lukis






KATA PENGANTAR


      Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Seni Lukis yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul “Tipologi Seni Rupa dan Periodesaso Karya Seni Rupa Anak dan Individu”.


    Makalah ini merupakan tugas bagi mahasiswa UNISMA Bekasi dalam mengikuti perkuliahan Seni Lukis. Makalah ini berisikan tentang informasi pengetahuan-pengetahuan yang menyangkut tentang tipologi seni rupa dan periodesaso karya seni rupa anak dan individu agar mahasiswa dapat memahami apa yang di jelaskan dalam makalah ini serta berbagai informasi lainnya.


      Namun demikian saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari nilai sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang membangun selalu saya harapkan demi menyempurnakan makalah saya.


     Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini bermanfaat dan Allah meridhoi usaha saya Amin.




DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.. 1

BAB I :  PENDAHULUAN.. 3

A.   LATAR BELAKANG.. 3

B.   PERUMUSAN MASALAH.. 4

C.   TUJUAN PEMBAHASAN.. 4

BAB II : PEMBAHASAN.. 5

A. KONSEP DASAR SENI RUPA.. 5

B. KONSEP PENDIDIKAN SENI RUPA SD.. 5

C. PERLUNYA PENDIDIKAN SENI RUPA DI SD.. 6

D. TIPOLOGI SENI RUPA ANAK.. 7

E. PERIODISASI PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK-ANAK.. 11

BAB III : : PENUTUP. 16

A.   KESIMPULAN.. 16

B.   SARAN.. 16

DAFTAR PUSTAKA.. 17












BAB I
PENDAHULUAN


 

A. LATAR BELAKANG



      Pendidikan seni merupakan saran untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Melalui permainan, kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan dalam pendidikan seni anak memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kreativitasnya.

       Beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni antara lain kesungguhan, kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta. Pendidikan seni adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif ekspresif anak didik dalam mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan estetika tertentu. selain itu, pendidikan seni di SD bertujuan menciptakan cipta rasa keindahan dan kemampuan mengolah menghargai seni. Jadi melalui seni, kemampuan cipta, rasa dan karsa anak di olah dan dikembangkan.

      Selain mengolah cipta, rasa dan karsa seperti yang diterapkan di atas, pendidikan seni merupakan mengolah berbagai ketrampilan berpikir. Hal tersebut meliputi ketrampilan kreatif, inovatif, dan kritis. Ketrampilan ini di olah melalui cara belajar induktif dan deduktif secara seimbang.

    Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam dunia persekolahan. Pada mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran menggambar ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan Seni rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan koordinasi mata dan tangan.


B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut perlu kiranya saya dapat membuat perumusan masalah sebagai pendukung dan panduan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
  1. Apa konsep dasar dari seni rupa anak ?
  2. Jelaskan pendidikan seni rupa di SD ?
  3. Mengapa diperlukan adanya pendidikan seni rupa ?
  4. Apa sajakah tipologi seni rupa pada anak ?
  5. Jelaskan periodesasi seni rupa pada anak ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN


    Berdasarkan perumusan masalah yang akan di tanyakan sebagai panduan dalam pembuatan makalah ini, Perlu kiranya memerlukan tujuan pembahasan sebagai jawaban atas perumusan masalah. Adapun tujuan pembahasan sebagai berikut :

     1. Mengetahui konsep dasar dari seni rupa anak

     2. Mengetahui pendidikan seni rupa di SD

     3. Mengetahui diperlukannya pendidikan seni rupa

     4. Mengetahui tipologi seni rupa pada anak

     5. Mengetahui periodesasi seni rupa pada anak







BAB II
PEMBAHASAN






A. KONSEP DASAR SENI RUPA

     Seni rupa adalah salah satu cabang kesenian. Seni rupa merupakan realisasi imajinasi yang tanpa batas dan tidak ada batasan dalam berkarya seni. Sehingga dalam berkarya seni tidak akan kehabisan ide dan imajinasi. Dalam seni rupa murni, karya yang tercipta merupakan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Sehingga objek yang dibuat merupakan hasil dari satu atau lebih dari media yang ada (sebagai catatan bahwa media atau bahan seni di dunia juga tidak terbatas).
      Dalam berkarya seni, tidak pernah ada kata salah dan juga tidak ada yang mengatakan salah pada karya yang telah diciptakan. Namun demikian, di dalam proses berkarya seni, karena dalam hal ini adalah proses belajar, maka harus dilakukan dengan cara yang benar, sesuai dengan tujuan dari pembelajaran. Untuk anak usia dini (0 – 8 tahun), ketika belajar tentang seni rupa tidak hanya bertujuan untuk berproses berkarya seni saja, karena selain itu juga diharapkan dapat memberikan fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosional serta kemandirian pada anak. Jadi dengan bimbingan yang tepat, seorang anak akan dapat melatih potensi-potensi yang bermanfaat.
      Seni rupa atau seni yang tampak adalah salah satu bentuk kesenian visual atau tampak ada yang tidak hanya bisa diserap oleh indera penglihatan, tetapi juga bisa oleh indera peraba, maksudnya adalah teksturnya dapat dirasakan, misalnya kasar, halus, lunak, keras, lembut, dsb. Namun tidak menutup kemungkinan tekstur ini adalah tekstur maya (ada namun tidak nyata) atau tekstur ini seolah-olah ada yang dikarenakan mata kita dikelabuhi oleh sesuatu yang tampak, misalnya sebuah foto kayu : disitu seolah-olah kita melihat adanya tekstur namun kenyataannya tekstur itu tidak ada jika kita merabanya.



B. KONSEP PENDIDIKAN SENI RUPA SD

     Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam dunia persekolahan. Pada mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran menggambar ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan Seni rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan koordinasi mata dan tangan.
      Pendidikan seni merupakan sarana untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif.
     Seni merupakan aktifitas permainan, melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Pendidikan Seni Rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar, menanamkan kesadaran budaya lokal, mengembangkan kemampuan apreasiasi seni rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu Seni Rupa, dan mempromosikan gagasan multikultural.



C. PERLUNYA PENDIDIKAN SENI RUPA DI SD

     Menurut Sternberg, kualitas emosional yang tampaknya penting, penting bagi keberhasilan kualitas ini adalah kemampuan mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan- keputusan secara mantap. Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan sesorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri, sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. (Sternberg, Saloveri dalam Tolopan; 1997)
       Menurut Pitcer (1982) mengatakan kemampuan membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi orang lain. Dengan seni rupa akan membantu anak-anak untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan perkembangan terhadap emosional mereka. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul. Melalui belajar kelompok dituntut untuk bekerjasama, mengerti orang lain. Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya.
        Menurut Goleman (1995) mengatakan bahwa idealnya seseorang dapat menguasai ketrampilan kognitif sekaligus ketrampilan sosial emosional.Melalui bukunya yang terkenal “Emotional Intelligences (EQ)”, memberikan gambaran spektrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Perkembangan Kognitif tidak dating dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak. Serta harus dapat memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan senirupa di sekolah.



D. TIPOLOGI SENI RUPA ANAK

       Gaya ungkapan sering  dilupakan  dalam  pelaksanakan  pendidikan  seni rupa. Apabila kita mencoba mengumpulkan tulisan sejumlah orang, maka dengan mudah kita  akan  melihat perbedaan gaya  ungkapan  tulisan  mereka.  Mereka sama-sama belajar menulis, maka setiap orang menghasilkan gaya tulisan berbeda-beda. Dalam kegiatan menggambar pun sesungguhnya demikian. Kegiatan menggambar kebanyakan dilakukan dengan tidak spontan, bahkan dilakukan dengan ragu-ragu, terutama oleh anak-anak besar yang tidak berbakat seni rupa, maka gaya ungkapannya tidak tampak sama sekali. Hal ini disebabkan oleh goresan-goresan yang membentuk itu dibuat masih dalam proses belajar.
        Gambar anak dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat kemudian dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang ia pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan. Anak dapat meniru  alam, mengubah, mengurangi  atau menghilangkan sebagian objek yang digambarkannya.
     Berdasarkan hasil karya gambar yang diciptakan anak, kita sebagai guru akan  mengetahui  cara  ungkapan  seni  rupa  yang  berbeda. Perbedaan ini  terletak pada  hasil  karya yang  dihasilkan. Ada gambar yang naturalis, ada gambar  anak yang bertipe ekspresif, ada gambar yang bertipe dekoratif dan sebagainya. Selain itu perbedaan karakter tipologi gambar anak terletak pada tingkat usia anak.
Dalam  In  Education  Through  Art, Read  (1958:  140)  mengklasifikasikan gambar anak-anak menjadi 12 antara lain :
1. Organic
Berkaitan serta bersimpati dengan objek-objek nyata, anak-anak lebih  suka objek dalam kelompok daripada yang sendiri. Tipe ini juga mengenal proporsi dan  hubungan  organis  yang  wajar,  misalnya  pohon  yang menjulang di  atas tanah, gambar manusia dan hewan bergerak sesuai dengan bentuk aslinya.
2.  Lyrical
Penggambaran objek bersifat realistis, tetapi tidak bergerak seperti  organic. Objek yang digambarkan statis dengan warna-warna yang tidak  mencolok. Biasanya digambarkan oleh anak perempuan.
3.  Impresionist
Lebih mementingkan detail atau kesan suasana yang digambarkan daripada konsep keseluruhan
4.  Rhytmical Pattern
Gambar memperlihatkan benda-benda yang dilihat, Contohnya gambar anak yang  melempar bola,  kemudian  mengulang  gambar  tersebut  sampai bidang gambar terisi seluruhnya. Sifatnya bisa organis atau lyris.
5.  Structur Form
Tipe  ini  jarang ditemui pada  gambar anak. Objeknya  mengikuti  rumus ilmu bangunan  yang  diperkecil  menjadi  satu  rumusan  geometris  dimana  rumus yang aslinya diambil dari pengamatan
6.  Schematic
Penggambar  menggunakan rumus  ilmu  bangunan  tanpa ada  hubungan  yang jelas  dengan  susunan  organis.  Skema dari objek semula disempurnakan menjadi satu disain yang ada hubungan dengan objek secara simbolis.
7.  Haptic
Gambar yang dibuat mewakili image-image hasil rabaan dan sensasi fisik dari dalam. Gambar-gambar yang  dibuat  didak  berdasarkan  pengamatan  visual suatu objek, tapi bukan skematik.
8.  Expresionist
Berhubungan dengan dunia dalam dirinya. Tidak hanya  mengekspresikan sensasi egosentrik tetapi juga objek dunia dari luar seperti hutan, gerombolan orang, dll
9.  Enumeratif
Penggambar pada tipe ini dikuasai oleh objek dantidak dapatmenghubungkan dengan sensasi keutuhan sehingga semua bagian-bagian kecil yang dapat dilihatnya
10. Decorative
Menampilkan bentuk-bentuk  dua dimensi dengan pola-pola warna-warni dan mengusahakannya menjadi pola yang menggembirakan. Bentuknarural diekspresikan sehingga timbul perasaan senang, melankolis, dan sebagainya. Dengan demikian anak yang menggambar menghasilkan gambar dan memanfaatkan warna untuk menghasilkan pola-pola yang riang.
11. Romantic
Pada  tipe  ini  tema  diambil  dari  kehidupan  yang  dipertajam  dengan  fantasi. Gambar merupakan gabungan  antara  ingatan dengan  image eidetic  sehingga menyangkut sesuatu yang baru
12. Literary
Tema  yang  ditampilkan  semata-mata  khayal  yang  berasal  dari  raasa  yang disarankan  gurunya  atau  imajinasi  sendiri.  Tema ini merupakan  gabungan antara ingatan dan imajinasi untuk disampaikan kepada orang lain.
Sementara itu, penggolongan karya gambar anak menurut Victor Lowenfeld, terbagi menjadi:
1. Tipe Visual
        Tipe visual adalah gambar anak yang menunjukkan kecenderungan bentuk yang  lebih  visual-realistis  (memperlihatkan  kemiripan  bentuk  gambar  sesuai obyek yang dilihatnya, atau obyektif). Gambar yang diungkapkan mementingkan kesamaannya karya dengan bentuk yang diahayatinya  serta  memperhitungkan proporsinya secara tepat.
Penguasan ruang telah terasa dengan cara membuat kecil objek gambar bagi benda yang jauh. Begitu pula penguasaan warna, pemakaian warna sesuai dengan warna-warna pada bendanya. Batas-batas tertentu gambar atau  lukisan  anak  yang tergolong tipe  visual dapat  dipersamakan  dengan  lukisan  karya  pelukis  naturalistis,  yang  membuat lukisannya  sangat  teliti,  karena ingin menggambarkan keadaan sebagaimana kelihatannya (dari pengalaman visual). Ciri-ciri Tipe Visual antara lain:
·    Lebih menonjol daya tangkap indrawinya
·    Mengutamakan kesamaan hasil rekaman objek nyata
·    Memperhatikan proporsi dan perbandingan rekaman objek nyata
·    Menonjolkan sentuhan perspektif
2.  Bertipe Haptik
       Gambar  anak  yang memiliki  tipe haptik menunjukkan kecenderungan  ke arah  kebentukan  yang  lebih  visual-emosional  atau  upaya  penggambaran  secara subyektif  yang  berisi  tentang  ekspresi  pribadi  dalam  merespon  lingkungannya. Benda  yang  digambarkam  merupakan  reaksi  emosional  melalui  perabaan  dan penghayatannya di luar pengamatan visual. 
        Dalam  gaya  lukisan,  gambar  anak  yang  bertipe  haptik  dapat  disamakan dengan  lukisan  bergaya  ekspresionisme.  Lukisan  ekspresionisme  adalah  karya lukis yang memperlihatkan ungkapan rasa secara spontan, dan sebagai pernyataan obyektif  dari  dalam  diri  pelukisnya  ( inner  states) . Lukisan yang bersifat ekspresionistis nampak berkesan sangat subyektif dari kebebasan pribadi masing-masing pelukisnya.


E. PERIODISASI PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK

      Pengelompokan  periodisasi karya  seni  rupa  anak  dimaksudkan  agar  kita mudah  mengenali  karakteristik perkembangan  anak  berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan gagasannya, anak  masih  memandang  gambar  sebagai  satu ungkapan  keseluruhan. Hal ini  belum tampak  bagian demi  bagian secara  rinci. Yang tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang menyentuh perasaan dan keinginannya.
      Ada beberapa tokoh yang telah melakukan kajian yang seksama berkenaan dengan  periodisasi  karya  seni  rupa  anak,  di  antaranya  Corrado  rici  dari  Italia  (1887),  Kemudian  dilanjutkan  oleh  Sully,  Kerchensteiner,  William  Stern,  Cyrul Burt,  Margaret  Meat,  Victor  Lowenfeld  dan  Brittain,  Rhoda  Kellogg,  Scot, Langsing, dan lain-lain.
1. Perodisasi menurut Kerchensteiner 
Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
            Masa Mencoreng                     : 0 - 3 tahun
            Masa bagan                            : 3 - 7 tahun
            Masa bentuk dan garis            : 7 - 9 tahun
            Masa bayang-bayang               : 9 - 10 tahun
            Masa persfektif                       : 10 - 14 tahun
2. Periodisasi menurut Cyrl Burt
Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
            Masa mencoreng                      : 2 - 3 tahun
            Masa garis                               : 4 tahun
Masa simbolisme deskriptif    : 5 - 6 tahun
            Masa realisme deskriftif          : 7 - 8 tahun
            Masa realisme visual               : 9 - 10 tahun
            Masa represi                           : 10 - 14 tahun
            Masa pemunculan artistik        : Masa adolesen
3. Periodisasi  menurut  Viktor  Low enfeld  dan  Lambert  Brittain  adalah:
Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Masa mencoreng (scribbling)                              : 2 - 4 tahun
Masa Prabagan (preschematic)                            : 4 - 7 tahun 
Masa Bagan (schematic period)                          : 7 - 9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning Realism)          : 9 - 12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic)  : 12 - 14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision)                : 14 - 17 tahun

4. Periodisasi menurut Rhoda Kellog dan Scott
Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti.
            Coretan dan corengan (Scribble and Scriblin)  : 2 - 3 tahun
            Rahasia bentuk (The Secrets of Shape)            : 2 - 4 tahun
            Seni Kontur (Art in Outline)                             : 2 - 4 tahun
            Anak dan desain (The Child and Design)         : 3 - 5 tahun
            Mandala, matahari dan Radial                          : 3 - 5 tahun
Manusia (People)                                              : 4 - 5 tahun
            Mirip Gambar (Almost Picture)                       : 4 - 6 tahun
Gambar (Pictures)                                            : 5 - 7 tahun
(Muharam dan Sundaryati, 1991: 34-35)
5.  Periodisasi menurut  Lansia
            Masa coreng-moreng                                       : 2 - 4 tahun
            Masa/tahap figurative                                      : 3 - 12 tahun
            Subtahap permulaan figurative                       : 3 - 7 tahun
            Subtahap pertengahan figurative                     : 9 - 10 tahun
            Subtahap akhir figurative                                 : 9 - 12 tahun
            Tahap artistic                                                    : 12 tahun ke atas

Tahap  perkembangan  menurut  Viktor  Lowenfeld  dan  Lambert  Brittain (1970)  dalam Creative  and  Mental Growth  membagi periodisasi  perkembangan seni rupa anak sebagai berikut:

1. Masa Mencoreng ( umur 2 - 4 tahun)
       Masa mencorang adalah aktifitas motorik yang terwujud dalam goresan tebal tipis dengan arah yang belum terkendali dan warna tidak begitu penting. Ada tiga tahap coreng moreng. Pertama : coreng tak beraturan, bentuk sembarang, mencoreng tanpa melihat kertas belum dapat membuat lingkaran dan bersemangat. Kedua : corengan terkendali , menemukan kendali visual terhapad coretan yang dibuatnya. Terdapat perkembangan koordinasi antara perkembangan visual dan motorik serta semangat. Ketiga: coretan bernama,bentuk semakin bervariasi mulai memberi nama pada hasil coretan, membutuhkan waktu banyak dan warna mulai diperhatikan.
       Tahap ini berkembang mulai usia 2 tahun pada saat anak mulai dapat menggenggam dan mencorengkan alat tulis atau gambar secara acak hingga pada suatu saat ia dapat dengan “cara kebetulan” mewujudkan satu gambar yang dapat diasosiasikannya dengan bentuk nyata. Coreng mencoreng yang dibuat mula-mula merupakan goresan yang tidak menentu, tebel tipis tergantung pribadi anak. Lama kelamaan anak menyadari adanya hubungan yang dibuatnya antara gerakan tangannya dengan hasil yang diperolehnya.
      Pada saat terkhir dari masa mencoreng ini anak mulai memberi nama goresan-goresanya, dan berubahlah garis-garis yang tidak menentu menjadi lebih terkendali. Dalam masa ini anak perlu dibina dengan memberikan stimulasi-stimulasi yang tepat serta mengaktifkan imajinasinya. Secara rinci proses mencoreng yang dialami oleh usia tersebut selalu dimulai dengan corengan-corengan mendatar, kemudian menegak dan diakhiri dengan melingkar-lingkar.
      Tahap berikutnya setelah gerakan pada sendi besar yaitu gerakan yang berpangkal pada seni di pangkal lengan dan sikut yang bergerak secara bersamaan. Goresan yang di hasilkan ialah goresan-goresan menegak. Dengan ukuran tangan yang relatif masih pendek dan bidang gambar yang relatif kecil, maka kemampuan anak hanya akan menggambarkan garis tegak. Untuk memperoleh garis yang panjang, biasanya anak mencari bidang gambar yang lebar. Yang terjadi yaitu anak menggambar pada tembok. Tembok dianggap bidang gambar yang memenuhi syarat.
       Dengan senangnya anak membawa alat gambar dan mencorengnya pada tembok. Jika ingin garisnya panjang mendatar, maka ia berjalan keseluruh ruang dengan menggoreskan alat gambarnya. Setelah puas dengan tahap tersebut, anak mulai membangun bentuk pada coretannya. Biasanya dibentuk dalam melingkar-lingkar

2. Masa Prabagan (umur 4 - 7 tahun)
      Anak mulai menggambar bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitarnya. Pada mulanya bentuk sulit untuk dikenali, semakin lama bisa dikenali, misalnya manusia, rumah, dan pohon, perhatian lebih tertuju pada hubungan antara gambar dengan objek dari pada warna dan objek. Obyek yang digambar tidak ada hubungannya dengan objek yang lain.
   Gerakan yang dilakukan oleh anak usia ini sudah terkendali. Ia sudah bisa mengkoordinasikan pikiran dengan emosi dan kemampuan motoriknya. Bentuk-bentuk benda yang ada dsekitarnya sudah menjadi kriteria dari hasil gambarnya. Gerakan yang sudah lebih terarah, membuat garis coreng-mencoreng makin berkurang digantikan dengan garis yang lebih mewakili bentuk yang dihasilkan lebih mudah ditafsirkan, yang diutamakan anak adalah bagian-bagian yang bergerak, seperti pada gambar kereta api diutamakan kepulan asapnya, rodanya.
     Jika menggambar orang akan tergambar mulutnya atau kakinya dan tangannya. Masalah ruang masih belum terpecahkan. Sambil menggambar biasanya anak juga suka berbicara atau bercerita sendiri. Sehingga yang menjadi objek gambarnya adalah kegiatan. Warna yang digunakan tidak ada hubungannya dengan realitas.

3. Masa Bagan ( umur 7 - 9 tahun)
        Bagan adalah konsep tentang bentuk dasar dari suatu objek visual. Semakin kaya akan konsep semakin besar pula kemungkinan untuk berekspresi. Pengamatan anak pada usia ini sudah semakin teliti dan sedah mengetahui bagaimana hubungan dirinya dengan lingkungan disekitarnya.
        Pada dasarnya anak menggambar terdorong oleh kebutuhannya berekspresi. Tetapi emosi subyektifnya kadang-kadang tidak dapat tersampaikan kerena ketidakmampuam skillnya. Dalam hal ini guru sangat berperan penting untuk mengaktifkan kembali pengalaman anak yang latent (hal yang sudah diketahui tetapi disisihkan karena terdesak emosi subyektif). Sebagai contoh : seorang anak akan menggambar dirinya memetik bunga dengan satu tangan, sedangkan tangan yang satu lagi tidak digambarkannya, meskipun disadari bahwa dia mempunyai dua tangan.
         Hal ini terjadi karena yang dirasakan benar oleh anak pada saat memetik bunga satu tangan yang aktif, sedang yang lainnya tidak berperan. Anak sudah lebih mengenal ruang. Mereka menjadi makin tahu tentang dirinya dengan alam sekitarnya.

4. Masa Permulaan Realisme ( umur 9 - 11 tahun )
       Pada masa ini anak sudah lebih cermat dalam mengamati alam sekitarnya. Konsep bagan yang sudah ada pada masa sebelumnya sudah lebih mendetail lagi. Konsep tentang manusia tidak hanya pada kepala, tubuh tangan dan kaki saja tetapi juga jari, pakaian, perhiasan rambut. Bahkan sudah dapat membedakan laki-laki dan wanita. Kemampuan intelektualnya yang sudah berkembang mendorong mereka untuk menggambar kejelasan detailnya.
       Rasio sudah lebih digunakan. Konsep gambarnya adalah bidang, bukan arsir. Mereka menggambar figur-figur di seluruh bidang gambar. Untuk objek yang lebih jauh digambar di bagian atas kertasnya. Ukurannya sama dengan objek yang paling dekat. Gejala tersebut merupakan gejala yang mendekat kepada realisme meskipun warna-warna yang digunakan masih cenderung subjektif sesuai dengan kesukaannya sendiri.

5. Masa Realisme Semu ( umur 11 - 13 tahun )
      Dalam masa ini intelegensi sudah makin berkembang. Ada pendekatan realitis terhadap alam sekitarnya meskipun belum sadar sepenuhnya, apalagi sebaik orang dewasa. Tingkah laku mereka tampak makin kompleks, banyak bergerak dan banyak yang ingin diketahui serta mulai sadar akan kebutuhannya bekerja sama. Gejala terpenting dari masa ini adalah adanya kecenderungan dua macam tipe gambar, yaitu tipe visual dan non visual (haptic). Hal ini harus diperhatikan oleh guru karena selain ada perkembangan dalam umur, juga terdapat perbedaan tipe karena pembawaan (kodrat). Dalam ungkapan gambaranya dapat dilihat perbedaan yang sangat mencolok antara dua tipe ini, penjelasan lebih lanjut mengenai tipe ini dapat dilihat di sub judul Tipologi.
        Guru SD harus benar-benar memahami masa perkembangan gambar anak. Hal ini diperlukan untuk kepentingan motivasi dan stimulasi serta evaluasi, guru tidak dapat menuntut gambar anak kelas 1 sama denagn gambar anak kelas 5. lebih jauh lagi guru tidak boleh menentukan kriteria nilai gambar anak seperti kriteria orang dewasa, apalagi prestasi dijadikan ukuran keberhasilan.


BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
    Dari penjelasan makalah diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa perkembangan seni pada anak dimulai dari hal yang sederhana, misalnya gerakan lebar yang menyapu sampai desain yang sederhana baru kemudian beralih dari salah satu aktifitas otot motorik dasar ke rancangan dan penggambaran. Disini peran guru dibutuhkan, yaitu diharapkan tidak menetapkan standar apapun mengenai karya figuratif dan non figuratif. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak terlalu tertekan yang dapat menghambat perkembangan kreatifitas anak.

B. SARAN
    Didalam penjelasan makalah ini disarankan agar setiap sekolah mengadakan pendidikan seni rupa untuk mengembangkan kesanggupan berkarya maupun pengetahuan seni rupa yang telah dimiliki anak. Sehingga hal ini perlu diperhatikan guru dengan memberikan kesempatan yang leluasa kepada anak dalam mencipta karya seni sebagai pernyataan ekspresinya
           


DAFTAR PUSTAKA

http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/10/konsep-konsep-dasar-seni-rupa-anak-sd.html
http://aspeksenirupa-yuli-handayani.blogspot.com/2013/09/makalah-seni-rupa.html
http://threenafathy.blogspot.com/2013/05/karakteristik-hasil-seni-rupa-anak.html
http://kristiati.blogspot.com/2011/04/karakteristik-seni-rupa-anak.html
http://www.scribd.com/doc/46923235/Makalah-Metode-Pengembangan-Seni-Rupa-Bagi-Anak-Usia-Dini







0 comments:

Post a Comment

Love is...
© Rima Putri's Blog - Template by Blogger Sablonlari - Font by Fontspace