Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah Seni Lukis yang Alhamdulillah selesai tepat pada
waktunya yang berjudul “Tipologi Seni Rupa dan Periodesaso Karya Seni Rupa Anak
dan Individu”.
Makalah ini merupakan tugas bagi mahasiswa UNISMA
Bekasi dalam mengikuti perkuliahan Seni Lukis. Makalah ini berisikan tentang
informasi pengetahuan-pengetahuan yang menyangkut tentang tipologi seni rupa
dan periodesaso karya seni rupa anak dan individu agar mahasiswa dapat memahami
apa yang di jelaskan dalam makalah ini serta berbagai informasi lainnya.
Namun demikian saya menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari nilai sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang membangun selalu saya harapkan demi menyempurnakan makalah saya.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga makalah ini bermanfaat dan Allah meridhoi usaha saya Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
: PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
BAB II
: PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR SENI
RUPA
B. KONSEP PENDIDIKAN SENI RUPA SD
C. PERLUNYA PENDIDIKAN SENI RUPA DI
SD
D. TIPOLOGI SENI RUPA ANAK
E. PERIODISASI PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK-ANAK
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan seni merupakan saran
untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat
dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk
membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi
kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Melalui permainan, kita dapat
mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan
dalam pendidikan seni anak memiliki keleluasaan untuk mengembangkan
kreativitasnya.
Beberapa aspek penting yang perlu
mendapat perhatian dalam pendidikan seni antara lain kesungguhan, kepekaan,
daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta. Pendidikan seni adalah
segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif ekspresif anak didik dalam
mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan estetika tertentu.
selain itu, pendidikan seni di SD bertujuan menciptakan cipta rasa keindahan
dan kemampuan mengolah menghargai seni. Jadi melalui seni, kemampuan cipta,
rasa dan karsa anak di olah dan dikembangkan.
Selain mengolah cipta, rasa dan
karsa seperti yang diterapkan di atas, pendidikan seni merupakan mengolah
berbagai ketrampilan berpikir. Hal tersebut meliputi ketrampilan kreatif,
inovatif, dan kritis. Ketrampilan ini di olah melalui cara belajar induktif dan
deduktif secara seimbang.
Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya
merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam dunia persekolahan. Pada
mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran menggambar
ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan
Seni rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga
beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan
juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan
anak pintar menggambar melalui latihan koordinasi mata dan tangan.
1. Apa konsep dasar dari seni rupa anak ?
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas tersebut perlu kiranya saya dapat membuat perumusan
masalah sebagai pendukung dan panduan untuk terfokusnya kajian makalah ini.
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :1. Apa konsep dasar dari seni rupa anak ?
2. Jelaskan pendidikan seni rupa di SD ?
3. Mengapa diperlukan adanya pendidikan seni rupa ?
4. Apa sajakah tipologi seni rupa pada anak ?
5. Jelaskan periodesasi seni rupa pada anak ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
3. Mengapa diperlukan adanya pendidikan seni rupa ?
4. Apa sajakah tipologi seni rupa pada anak ?
5. Jelaskan periodesasi seni rupa pada anak ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan perumusan masalah yang akan di tanyakan sebagai panduan dalam pembuatan makalah ini, Perlu kiranya memerlukan tujuan pembahasan sebagai jawaban atas perumusan masalah. Adapun tujuan pembahasan sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep dasar dari seni rupa anak
2. Mengetahui pendidikan seni rupa di SD
3. Mengetahui diperlukannya pendidikan seni rupa
4. Mengetahui tipologi seni rupa pada anak
5. Mengetahui periodesasi seni rupa pada anak
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR SENI RUPA
Seni rupa adalah salah satu cabang
kesenian. Seni rupa merupakan realisasi imajinasi yang tanpa batas dan tidak
ada batasan dalam berkarya seni. Sehingga dalam berkarya seni tidak akan
kehabisan ide dan imajinasi. Dalam seni rupa murni, karya yang tercipta
merupakan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Sehingga objek yang dibuat
merupakan hasil dari satu atau lebih dari media yang ada (sebagai catatan bahwa
media atau bahan seni di dunia juga tidak terbatas).
Dalam berkarya seni, tidak pernah
ada kata salah dan juga tidak ada yang mengatakan salah pada karya yang telah
diciptakan. Namun demikian, di dalam proses berkarya seni, karena dalam hal ini
adalah proses belajar, maka harus dilakukan dengan cara yang benar, sesuai
dengan tujuan dari pembelajaran. Untuk anak usia dini (0 – 8 tahun), ketika
belajar tentang seni rupa tidak hanya bertujuan untuk berproses berkarya seni
saja, karena selain itu juga diharapkan dapat memberikan fisik motorik,
kognitif, bahasa, sosial, emosional serta kemandirian pada anak. Jadi dengan
bimbingan yang tepat, seorang anak akan dapat melatih potensi-potensi yang bermanfaat.
Seni rupa atau seni yang tampak
adalah salah satu bentuk kesenian visual atau tampak ada yang tidak hanya bisa
diserap oleh indera penglihatan, tetapi juga bisa oleh indera peraba, maksudnya
adalah teksturnya dapat dirasakan, misalnya kasar, halus, lunak, keras, lembut,
dsb. Namun tidak menutup kemungkinan tekstur ini adalah tekstur maya (ada namun
tidak nyata) atau tekstur ini seolah-olah ada yang dikarenakan mata kita
dikelabuhi oleh sesuatu yang tampak, misalnya sebuah foto kayu : disitu seolah-olah
kita melihat adanya tekstur namun kenyataannya tekstur itu tidak ada jika kita
merabanya.
B. KONSEP PENDIDIKAN SENI RUPA SD
Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya
merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam dunia persekolahan. Pada
mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran menggambar
ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan
Seni rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga
beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan
juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran menggambar di sekolah adalah untuk
menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan koordinasi mata dan tangan.
Pendidikan seni merupakan sarana
untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat
dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni dapat dilakukan
melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina
anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif.
Seni merupakan aktifitas permainan,
melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya
sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan seni dapat digunakan sebagai
alat pendidikan. Pendidikan Seni Rupa adalah mengembangkan keterampilan
menggambar, menanamkan kesadaran budaya lokal, mengembangkan kemampuan
apreasiasi seni rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri,
mengembangkan penguasaan disiplin ilmu Seni Rupa, dan mempromosikan gagasan
multikultural.
C. PERLUNYA PENDIDIKAN SENI RUPA DI SD
Menurut Sternberg, kualitas
emosional yang tampaknya penting, penting bagi keberhasilan kualitas ini adalah
kemampuan mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul,
dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang
tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-
keputusan secara mantap. Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan sesorang
untuk mengendalikan perasaannya sendiri, sehingga tidak meledak dan akhirnya
dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. (Sternberg, Saloveri dalam
Tolopan; 1997)
Menurut Pitcer (1982) mengatakan kemampuan
membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi
orang lain. Dengan seni rupa akan membantu anak-anak untuk mengerti orang lain
dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan perkembangan terhadap
emosional mereka. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak
teman, pandai bergaul. Melalui belajar kelompok dituntut untuk bekerjasama,
mengerti orang lain. Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan
komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya.
Menurut Goleman (1995) mengatakan
bahwa idealnya seseorang dapat menguasai ketrampilan kognitif sekaligus
ketrampilan sosial emosional.Melalui bukunya yang terkenal “Emotional
Intelligences (EQ)”, memberikan gambaran spektrum kecerdasan, dengan demikian
anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli.
Perkembangan Kognitif tidak dating dengan sendirinya. Untuk mendorong
pertumbuhan, kurikulum yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak.
Serta harus dapat memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui
pendidikan senirupa di sekolah.
D. TIPOLOGI SENI RUPA ANAK
Gaya ungkapan
sering dilupakan dalam pelaksanakan pendidikan
seni rupa. Apabila kita mencoba mengumpulkan tulisan sejumlah orang, maka
dengan mudah kita akan melihat perbedaan gaya ungkapan
tulisan mereka. Mereka sama-sama
belajar menulis, maka setiap orang menghasilkan gaya tulisan berbeda-beda.
Dalam kegiatan menggambar pun sesungguhnya demikian. Kegiatan menggambar
kebanyakan dilakukan dengan tidak spontan, bahkan dilakukan dengan ragu-ragu,
terutama oleh anak-anak besar yang tidak berbakat seni rupa, maka gaya
ungkapannya tidak tampak sama sekali. Hal ini
disebabkan oleh goresan-goresan yang membentuk itu dibuat masih dalam proses
belajar.
Gambar anak
dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang
dilihat kemudian dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang ia
pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan. Anak
dapat meniru alam, mengubah, mengurangi atau menghilangkan sebagian
objek yang digambarkannya.
Berdasarkan hasil karya gambar yang diciptakan anak, kita sebagai guru
akan mengetahui cara ungkapan seni rupa
yang berbeda. Perbedaan ini terletak pada hasil karya
yang dihasilkan. Ada gambar yang naturalis, ada gambar anak yang
bertipe ekspresif, ada gambar yang bertipe dekoratif dan sebagainya. Selain itu
perbedaan karakter tipologi gambar anak terletak pada tingkat usia anak.
Dalam In Education Through Art, Read
(1958: 140) mengklasifikasikan gambar anak-anak menjadi 12
antara lain :
1. Organic
Berkaitan serta bersimpati dengan objek-objek nyata, anak-anak lebih
suka objek dalam kelompok daripada yang sendiri. Tipe ini juga mengenal
proporsi dan hubungan organis yang wajar,
misalnya pohon yang menjulang di atas tanah, gambar manusia
dan hewan bergerak sesuai dengan bentuk aslinya.
2. Lyrical
Penggambaran objek bersifat realistis, tetapi tidak bergerak seperti
organic. Objek yang digambarkan statis dengan warna-warna yang tidak
mencolok. Biasanya digambarkan oleh anak perempuan.
3. Impresionist
Lebih mementingkan detail atau kesan
suasana yang digambarkan daripada konsep keseluruhan
4. Rhytmical
Pattern
Gambar memperlihatkan benda-benda yang dilihat, Contohnya gambar anak
yang melempar bola, kemudian mengulang gambar
tersebut sampai bidang gambar terisi seluruhnya. Sifatnya bisa organis
atau lyris.
5. Structur
Form
Tipe ini jarang ditemui pada gambar anak. Objeknya
mengikuti rumus ilmu bangunan yang diperkecil
menjadi satu rumusan geometris dimana rumus yang
aslinya diambil dari pengamatan
6. Schematic
Penggambar menggunakan rumus ilmu bangunan tanpa
ada hubungan yang jelas dengan susunan
organis. Skema dari objek semula disempurnakan menjadi satu disain yang
ada hubungan dengan objek secara simbolis.
7. Haptic
Gambar yang dibuat mewakili image-image hasil rabaan dan sensasi fisik dari
dalam. Gambar-gambar yang dibuat didak berdasarkan
pengamatan visual suatu objek, tapi bukan skematik.
8. Expresionist
Berhubungan dengan dunia dalam dirinya. Tidak hanya mengekspresikan
sensasi egosentrik tetapi juga objek dunia dari luar seperti hutan, gerombolan
orang, dll
9. Enumeratif
Penggambar pada tipe ini dikuasai oleh objek dantidak dapatmenghubungkan dengan sensasi keutuhan sehingga semua bagian-bagian kecil yang
dapat dilihatnya
10. Decorative
Menampilkan
bentuk-bentuk dua dimensi dengan pola-pola warna-warni dan mengusahakannya menjadi pola yang menggembirakan. Bentuknarural diekspresikan sehingga timbul perasaan senang, melankolis, dan
sebagainya. Dengan demikian anak yang menggambar menghasilkan gambar dan
memanfaatkan warna untuk menghasilkan pola-pola yang riang.
11. Romantic
Pada tipe ini tema diambil dari kehidupan
yang dipertajam dengan fantasi. Gambar merupakan
gabungan antara ingatan dengan image eidetic sehingga
menyangkut sesuatu yang baru
12. Literary
Tema yang ditampilkan semata-mata khayal
yang berasal dari raasa yang disarankan gurunya
atau imajinasi sendiri. Tema ini merupakan gabungan
antara ingatan dan imajinasi untuk disampaikan kepada orang lain.
Sementara itu, penggolongan
karya gambar anak menurut Victor Lowenfeld, terbagi menjadi:
1. Tipe
Visual
Tipe visual
adalah gambar anak yang menunjukkan kecenderungan bentuk yang lebih
visual-realistis (memperlihatkan kemiripan bentuk
gambar sesuai obyek yang dilihatnya, atau obyektif). Gambar yang
diungkapkan mementingkan kesamaannya karya dengan bentuk yang
diahayatinya serta memperhitungkan proporsinya secara tepat.
Penguasan
ruang telah terasa dengan cara membuat kecil objek gambar bagi benda yang jauh.
Begitu pula penguasaan warna, pemakaian warna sesuai dengan warna-warna pada
bendanya. Batas-batas tertentu gambar atau lukisan anak yang
tergolong tipe visual dapat dipersamakan dengan
lukisan karya pelukis naturalistis, yang membuat
lukisannya sangat teliti, karena ingin menggambarkan keadaan
sebagaimana kelihatannya (dari pengalaman visual). Ciri-ciri Tipe Visual antara lain:
· Lebih
menonjol daya tangkap indrawinya
· Mengutamakan
kesamaan hasil rekaman objek nyata
· Memperhatikan
proporsi dan perbandingan rekaman objek nyata
· Menonjolkan
sentuhan perspektif
2. Bertipe
Haptik
Gambar
anak yang memiliki tipe haptik menunjukkan kecenderungan ke
arah kebentukan yang lebih visual-emosional
atau upaya penggambaran secara subyektif yang
berisi tentang ekspresi pribadi dalam
merespon lingkungannya. Benda yang digambarkam
merupakan reaksi emosional melalui perabaan dan
penghayatannya di luar pengamatan visual.
Dalam gaya
lukisan, gambar anak yang bertipe haptik
dapat disamakan dengan lukisan bergaya
ekspresionisme. Lukisan ekspresionisme adalah karya
lukis yang memperlihatkan ungkapan rasa secara spontan, dan sebagai pernyataan
obyektif dari dalam diri pelukisnya ( inner
states) . Lukisan yang bersifat ekspresionistis nampak berkesan sangat
subyektif dari kebebasan pribadi masing-masing pelukisnya.
E. PERIODISASI PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK
Pengelompokan
periodisasi karya seni rupa anak dimaksudkan
agar kita mudah mengenali karakteristik perkembangan
anak berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan gagasannya, anak
masih memandang gambar sebagai satu ungkapan
keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian
secara rinci. Yang tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian,
terutama yang menyentuh perasaan dan keinginannya.
Ada beberapa
tokoh yang telah melakukan kajian yang seksama berkenaan dengan
periodisasi karya seni rupa anak, di
antaranya Corrado rici dari Italia (1887),
Kemudian dilanjutkan oleh Sully, Kerchensteiner,
William Stern, Cyrul Burt, Margaret Meat,
Victor Lowenfeld dan Brittain, Rhoda Kellogg,
Scot, Langsing, dan lain-lain.
1. Perodisasi menurut Kerchensteiner
Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan
pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah
gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
Masa Mencoreng : 0 - 3 tahun
Masa bagan : 3 - 7 tahun
Masa bentuk dan garis : 7 - 9 tahun
Masa bayang-bayang : 9 - 10 tahun
Masa persfektif : 10 - 14 tahun
Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
Masa mencoreng : 2 - 3 tahun
Masa garis : 4 tahun
Masa
simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun
Masa realisme deskriftif : 7 - 8 tahun
Masa realisme visual : 9 - 10 tahun
Masa represi : 10 - 14 tahun
Masa pemunculan artistik : Masa adolesen
Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun
menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Masa mencoreng
(scribbling) : 2 - 4 tahun
Masa Prabagan (preschematic) : 4 - 7 tahun
Masa Bagan (schematic period) : 7 - 9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9 - 12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12 - 14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision) : 14 - 17 tahun
Masa Prabagan (preschematic) : 4 - 7 tahun
Masa Bagan (schematic period) : 7 - 9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9 - 12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12 - 14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision) : 14 - 17 tahun
Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang
diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil
penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti.
Coretan dan corengan
(Scribble and Scriblin) : 2 - 3 tahun
Rahasia bentuk (The
Secrets of Shape) : 2 - 4 tahun
Seni Kontur (Art in
Outline) : 2 - 4 tahun
Anak dan desain (The
Child and Design) : 3 - 5
tahun
Mandala, matahari dan
Radial : 3 - 5 tahun
Manusia (People) : 4 - 5 tahun
Mirip Gambar (Almost Picture) : 4 - 6 tahun
Gambar
(Pictures) : 5 - 7 tahun
(Muharam dan
Sundaryati, 1991: 34-35)
5. Periodisasi
menurut Lansia
Masa coreng-moreng : 2 - 4 tahun
Masa/tahap figurative : 3 - 12 tahun
Subtahap permulaan figurative : 3 - 7 tahun
Subtahap pertengahan figurative : 9 - 10 tahun
Subtahap akhir figurative : 9 - 12 tahun
Tahap artistic : 12 tahun ke atas
Tahap
perkembangan menurut Viktor Lowenfeld dan
Lambert Brittain (1970) dalam Creative and Mental
Growth membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak sebagai
berikut:
1. Masa Mencoreng ( umur 2 - 4 tahun)
Masa mencorang adalah aktifitas
motorik yang terwujud dalam goresan tebal tipis dengan arah yang belum
terkendali dan warna tidak begitu penting. Ada tiga tahap coreng moreng.
Pertama : coreng tak beraturan, bentuk sembarang, mencoreng tanpa melihat
kertas belum dapat membuat lingkaran dan bersemangat. Kedua : corengan
terkendali , menemukan kendali visual terhapad coretan yang dibuatnya. Terdapat
perkembangan koordinasi antara perkembangan visual dan motorik serta semangat.
Ketiga: coretan bernama,bentuk semakin bervariasi mulai memberi nama pada hasil
coretan, membutuhkan waktu banyak dan warna mulai diperhatikan.
Tahap ini berkembang
mulai usia 2 tahun pada saat anak mulai dapat menggenggam dan mencorengkan alat
tulis atau gambar secara acak hingga pada suatu saat ia dapat dengan “cara
kebetulan” mewujudkan satu gambar yang dapat diasosiasikannya dengan bentuk
nyata. Coreng mencoreng yang dibuat mula-mula merupakan goresan yang tidak
menentu, tebel tipis tergantung pribadi anak. Lama kelamaan anak menyadari
adanya hubungan yang dibuatnya antara gerakan tangannya dengan hasil yang
diperolehnya.
Pada saat terkhir dari
masa mencoreng ini anak mulai memberi nama goresan-goresanya, dan berubahlah
garis-garis yang tidak menentu menjadi lebih terkendali. Dalam masa ini anak
perlu dibina dengan memberikan stimulasi-stimulasi yang tepat serta
mengaktifkan imajinasinya. Secara rinci proses mencoreng yang dialami oleh usia
tersebut selalu dimulai dengan corengan-corengan mendatar, kemudian menegak dan
diakhiri dengan melingkar-lingkar.
Tahap berikutnya
setelah gerakan pada sendi besar yaitu gerakan yang berpangkal pada seni di
pangkal lengan dan sikut yang bergerak secara bersamaan. Goresan yang di
hasilkan ialah goresan-goresan menegak. Dengan ukuran tangan yang relatif masih
pendek dan bidang gambar yang relatif kecil, maka kemampuan anak hanya akan
menggambarkan garis tegak. Untuk memperoleh garis yang panjang, biasanya anak
mencari bidang gambar yang lebar. Yang terjadi yaitu anak menggambar pada
tembok. Tembok dianggap bidang gambar yang memenuhi syarat.
Dengan senangnya anak
membawa alat gambar dan mencorengnya pada tembok. Jika ingin garisnya panjang
mendatar, maka ia berjalan keseluruh ruang dengan menggoreskan alat gambarnya.
Setelah puas dengan tahap tersebut, anak mulai membangun bentuk pada
coretannya. Biasanya dibentuk dalam melingkar-lingkar
2. Masa Prabagan (umur 4 - 7 tahun)
Anak mulai menggambar
bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitarnya. Pada mulanya bentuk
sulit untuk dikenali, semakin lama bisa dikenali, misalnya manusia, rumah, dan
pohon, perhatian lebih tertuju pada hubungan antara gambar dengan objek dari
pada warna dan objek. Obyek yang digambar tidak ada hubungannya dengan objek
yang lain.
Gerakan yang dilakukan
oleh anak usia ini sudah terkendali. Ia sudah bisa mengkoordinasikan pikiran
dengan emosi dan kemampuan motoriknya. Bentuk-bentuk benda yang ada dsekitarnya
sudah menjadi kriteria dari hasil gambarnya. Gerakan yang sudah lebih terarah,
membuat garis coreng-mencoreng makin berkurang digantikan dengan garis yang
lebih mewakili bentuk yang dihasilkan lebih mudah ditafsirkan, yang diutamakan
anak adalah bagian-bagian yang bergerak, seperti pada gambar kereta api diutamakan
kepulan asapnya, rodanya.
Jika menggambar orang
akan tergambar mulutnya atau kakinya dan tangannya. Masalah ruang masih belum
terpecahkan. Sambil menggambar biasanya anak juga suka berbicara atau bercerita
sendiri. Sehingga yang menjadi objek gambarnya adalah kegiatan. Warna yang
digunakan tidak ada hubungannya dengan realitas.
3. Masa Bagan ( umur 7 - 9 tahun)
Bagan adalah konsep
tentang bentuk dasar dari suatu objek visual. Semakin kaya akan konsep semakin
besar pula kemungkinan untuk berekspresi. Pengamatan anak pada usia ini sudah
semakin teliti dan sedah mengetahui bagaimana hubungan dirinya dengan
lingkungan disekitarnya.
Pada dasarnya anak
menggambar terdorong oleh kebutuhannya berekspresi. Tetapi emosi subyektifnya
kadang-kadang tidak dapat tersampaikan kerena ketidakmampuam skillnya. Dalam
hal ini guru sangat berperan penting untuk mengaktifkan kembali pengalaman anak
yang latent (hal yang sudah diketahui tetapi disisihkan karena terdesak emosi
subyektif). Sebagai contoh : seorang anak akan menggambar dirinya memetik bunga
dengan satu tangan, sedangkan tangan yang satu lagi tidak digambarkannya,
meskipun disadari bahwa dia mempunyai dua tangan.
Hal ini terjadi karena
yang dirasakan benar oleh anak pada saat memetik bunga satu tangan yang aktif,
sedang yang lainnya tidak berperan. Anak sudah lebih mengenal ruang. Mereka
menjadi makin tahu tentang dirinya dengan alam sekitarnya.
4. Masa Permulaan Realisme ( umur 9 - 11 tahun )
Pada masa ini anak
sudah lebih cermat dalam mengamati alam sekitarnya. Konsep bagan yang sudah ada
pada masa sebelumnya sudah lebih mendetail lagi. Konsep tentang manusia tidak
hanya pada kepala, tubuh tangan dan kaki saja tetapi juga jari, pakaian,
perhiasan rambut. Bahkan sudah dapat membedakan laki-laki dan wanita. Kemampuan
intelektualnya yang sudah berkembang mendorong mereka untuk menggambar
kejelasan detailnya.
Rasio sudah lebih
digunakan. Konsep gambarnya adalah bidang, bukan arsir. Mereka menggambar
figur-figur di seluruh bidang gambar. Untuk objek yang lebih jauh digambar di
bagian atas kertasnya. Ukurannya sama dengan objek yang paling dekat. Gejala
tersebut merupakan gejala yang mendekat kepada realisme meskipun warna-warna
yang digunakan masih cenderung subjektif sesuai dengan kesukaannya sendiri.
5. Masa Realisme Semu ( umur 11 - 13 tahun )
Dalam masa ini
intelegensi sudah makin berkembang. Ada pendekatan realitis terhadap alam
sekitarnya meskipun belum sadar sepenuhnya, apalagi sebaik orang dewasa.
Tingkah laku mereka tampak makin kompleks, banyak bergerak dan banyak yang
ingin diketahui serta mulai sadar akan kebutuhannya bekerja sama. Gejala
terpenting dari masa ini adalah adanya kecenderungan dua macam tipe gambar,
yaitu tipe visual dan non visual (haptic). Hal ini harus diperhatikan oleh guru
karena selain ada perkembangan dalam umur, juga terdapat perbedaan tipe karena
pembawaan (kodrat). Dalam ungkapan gambaranya dapat dilihat perbedaan yang
sangat mencolok antara dua tipe ini, penjelasan lebih lanjut mengenai tipe ini dapat
dilihat di sub judul Tipologi.
Guru SD harus
benar-benar memahami masa perkembangan gambar anak. Hal ini diperlukan untuk
kepentingan motivasi dan stimulasi serta evaluasi, guru tidak dapat menuntut
gambar anak kelas 1 sama denagn gambar anak kelas 5. lebih jauh lagi guru tidak
boleh menentukan kriteria nilai gambar anak seperti kriteria orang dewasa,
apalagi prestasi dijadikan ukuran keberhasilan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
penjelasan makalah diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa perkembangan seni pada
anak dimulai dari hal yang sederhana, misalnya gerakan lebar yang menyapu
sampai desain yang sederhana baru kemudian beralih dari salah satu aktifitas
otot motorik dasar ke rancangan dan penggambaran. Disini peran guru dibutuhkan,
yaitu diharapkan tidak menetapkan standar apapun mengenai karya figuratif dan
non figuratif. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak terlalu tertekan yang dapat
menghambat perkembangan kreatifitas anak.
B. SARAN
Didalam
penjelasan makalah ini disarankan agar setiap sekolah mengadakan pendidikan
seni rupa untuk mengembangkan kesanggupan berkarya maupun pengetahuan seni rupa
yang telah dimiliki anak. Sehingga hal ini perlu diperhatikan guru dengan
memberikan kesempatan yang leluasa kepada anak dalam mencipta karya seni
sebagai pernyataan ekspresinya
DAFTAR PUSTAKA
http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/10/konsep-konsep-dasar-seni-rupa-anak-sd.html
http://aspeksenirupa-yuli-handayani.blogspot.com/2013/09/makalah-seni-rupa.html
http://threenafathy.blogspot.com/2013/05/karakteristik-hasil-seni-rupa-anak.html
http://kristiati.blogspot.com/2011/04/karakteristik-seni-rupa-anak.html
http://www.scribd.com/doc/46923235/Makalah-Metode-Pengembangan-Seni-Rupa-Bagi-Anak-Usia-Dini
0 comments:
Post a Comment