SELAMAT DATANG DI BLOG MARTHA PUSPITA RIMA PUTRI ^_^ BLOG BERBAGI INFORMASI SEPUTAR ILMU PENGETAHUAN DAN DUNIA PENDIDIKAN :)

Friday, 11 July 2014

Organisasi Profesi Keguruan



A. DEFINISI ORGANISASI PROFESI KEGURUAN



Salah satu ciri dari suatu profesi adalah adanya organisasi profesi yang dapat mewadahi seluruh spesifikasi yang ada dalam profesi  tersebut dan mengawali pelaksanaan tugas-tugas profesional anggotanya, melalui Tridarma Organisasi Profesi, yaitu:

(1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi

(2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi

(3) menjaga kode etik profesi.

Profesi bukan sekedar pekerjaan, melainkan suatu pekerjaan khusus yang mempunyai ciri-ciri, keahlian, tanggung jawab dan rasa kepedulian. Organisasi profesi merupakan suatu wadah tempat para anggota professional tersebut menggabungkan diri dari mendapatkan perlindungan. Organisasi profesional tersebut juga dapat memelihara atau menerapkan suatu standar pelatihan dan etika pada profesinya.

Dengan demikian organisasi profesi guru dapat didefinisikan sebagai berikut :

Suatu koordinasi secara rasional kegiatan sejumlah orang (guru) untuk mencapai tujuan (pendidikan) bersama yang dirumuskan secara eksplisit (tegas dan tidak berbelit-belit sehingga terdidik dapat menangkap langsung apa yang disampaikan pendidik), melalui pengaturan (kode etik) dan pembagian kerja serta melalui hierarki kekuasaan dan tanggung jawab yang professional.



B. FUNGSI ORGANISASI PROFESI KEGURUAN


Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai pemersatu seluruh anggota profesi dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan profesional profesi ini. 

i. Fungsi Pemersatu   


Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya yaitu dorongan yang menggerakkan para profesional untuk membentuk suatu organisasi profesi.

Motif tersebut begitu bervariasi, ada yang bersifat sosial, politik ekonomi, kultural (kebudayaan), dan falsafah (gagasan) tentang sistem nilai. Motif terbagi menjadi dua yakni motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Secara intrinsik, para profesional terdorong oleh keinginannya mendapat kehidupan yang layak, sesuai dengan tugas profesi yang diembannya. Namun secara ekstrinsik mereka terdorong oleh tuntutan masyarakat pengguna jasa suatu profesi yang semakin hari semakin kompleks (rumit). Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengemban suatu profesi, yang secara teoritis sangat sulit dihadapi dan diselesaikan secara individual

ii. Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional


Yaitu meningkatkan kemampuan profesional pengemban profesi kependidikan ini. Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi: Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. Bahkan dalam UUSPN tahun 1989, pasal 31 ; ayat 4 dinyatakan bahwa tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.



C. TUJUAN ORGANISASI PROFESI KEGURUAN


1.  Meningkatkan dan Mengembangkan Karier Anggota

Merupakan upaya organisasi profesi kependidikan dalam mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang di maksud adalah perwujudan diri seorang pengemban profesi secara psikofisis yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupuin bagi oran lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktifitas.

2.    Meningkatkan dan atau Mengembangkan Kemampuan Anggota

Merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga kependidikan atau guru itu sendiri, yang mencakup: penampilan, kepribadian, keprofesionalan guru. Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profesi kependidikan/keguruan akan memiliki kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, baik melalui program terstruktur maupun program tidak terstruktur.

3.   Meningkatkan dan Mengembangkan Kewenangan Profesional Anggota



Merupakan upaya para profesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan kemampuannya. Proses ini tidak lain dari proses spesifikasi pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, kecuali oleh ahlinya yang telah mengikuti proses pendidikan tertentu dan dalam waktu tertentu yang relatif  lama. Contohnya, keahlian guru pembimbing dalam bimbinghan karier, pribadi atau sosial, dan bimbingan belajar.



4.    Meningkatkan dan Mengembangkan Martabat Anggota

Merupakan  upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain, dan tidak melakukan praktik yang melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini dapat dilakukan karena saat seorang profesional menjadi anggota organisasi suatu profesi, pada saat itu pula terikat oleh kode etik profesi sebagai pedoman perilaku anggota profesi itu. Dengan memasuki organisasi profesi akan terlindung dari perlakuan masyarakat yang tidak mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang telah disepakati.

5.    Meningkatkan dan Mengembangkan Kesejahteraan

Merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Dalam poin ini tercakup juga upaya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan anggotanya. Tidak disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan ini merupakan prioritas utama. Karena selain masalah ini ada kaitannya dengan kelangsungan hidup, juga merupakan dasar bagi tercapainya peningkatan dan pengembangan aspek lainnya. Dalam teori kebutuhan maslow, kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis yang harus segera dipenuhi.



D. JENIS-JENIS ORGANISASI PROFESI KEGURUAN YANG ADA DI INDONESIA


Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan bahwa organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang tidak tahu menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal kalangan umum adalah PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia).

Disamping PGRI yang salah satu organisasi yang diakui oleh pemerintah juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HSPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu anggotanya.

Berikut ini jenis-jenis organisasi profesi kependidikan yang ada di Indonesia:

1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)



PGRI lahir tanggal 25 November 1945, hanya berselelang tiga bulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Semangat dan suasana batin perjuangan kemerdekaan Indonesia turut membidani lahirnya PGRI.
Pada perkembangan selanjutnya semangat kemerdekaan itu senantiasa mewarnai perjuangan PGRI bertempat disekolah Guru Putri Surakarta pada Kongres I PGRI dari tanggal 24 - 25 November 1945.

Pada konngres itu disepakati berdirinya PGRI sebagai wahana persatuan dan kesatuan segenap guru di seluruh Indonesia. Pendirinya antara lain : Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Saat ini Ketua Umum PGRI adalah Bapak Sulistyo yang juga seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2009-2014.

Ø Tujuan utama pendirian PGRI adalah :

 i.     Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan)

        ii.    Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi)

        iii. Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya

Ø Makna Visi PGRI adalah :

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Profesi :

i.               Wahana memperjuangkan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi guru.

ii.  Wahana mempertinggi kesadaran dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam

meningkatkan mutu profesi dan pelayanan kepada masyarakat.

iii. Wahana untuk menegakkan dan melaksanakan kode etik dan ikrar guru Indonesia

iv. Wahana untuk melakukan evaluasi pelaksanaan sertifikasi, lisensi, dan akreditasi bagi

pengukuhan kompetensi profesi guru.

v.  Wadah bagi para guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan, dan

membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara,

dan pemangku profesi kependidikan.

vi. Wahana untuk mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna mneningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional.

2. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)






MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Depdiknas, 2004: 1).

Menurut Mangkoesapoetra (2004: 1) MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kebupaten atau kota atau kecamatan atau sanggar atau gugus sekolah.

Ø Tujuan MGMP adalah:

Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut pedoman MGMP (2004: 2) adalah:

a. Tujuan umum :

Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru.

b. Tujuan khusus :

i.     Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien.

ii   Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan siswa.

iii  Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan

proses pembelajaran. (Depdiknas, 2004: 2)

Menurut Mangkoesapoetra (2004: 2) tujuan diselenggarakannya MGMP adalah untuk:

i.     Memotivasi guru, meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional.

ii.    Meningkatkan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.

iii.   Mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari solusi alternative pemecahan sesuai dengan kaarakteristik mata pelajaran masingmasing, guru, sekolah dan lingkungannya.

Ø Peranan MGMP

Menurut pedoman MGMP (Depdiknas. 2004: 4) MGMP berperan untuk:

i.     Mengakomodir aspirasi dari,oleh dan untuk anggota.

ii.    Mengakomodasi aspirasi masyarakat/stokeholder dan siswa

iii.   Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.

iv.   Mitra kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan.

Ø Fungsi MGMP

Adapun fungsi MGMP menurut Mangkoesapoetra (2004: 3) adalah:

i.    Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin.

ii.   Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di tingkat sekolah, wilayah, maupun kota.

iii.  Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah.

3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)




Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu:

1.      Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia

2.      Meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya

3.      Membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan

4.      Mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidik

5.      Melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota

6.      Meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan

7.      Menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.

Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.



4. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)

Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing.
Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.

Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini :

a.         Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.

b.        Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.

c.         Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).

Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu:

  1. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling;
  2. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
  3. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lin, baik dalam maupun luar negeri; dan
  4. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).

Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975) sebagai berikut ini.

  1. Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau penerbitan lain.
  2. Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya.
  3. Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya.
  4. Penelitian di bidang bimbingan.
  5. Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis.
  6. Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.



5. Ikatan Guru Indonesia (IGI)

 

Alternatif lainnya bagi organisasi profesi guru adalah IGI dengan salahsatu pengurusnya adalah Kompasianer “Om Jay” Wijaya Kusumah, Tujuan Ikatan Guru Indonesia adalah sebagai berikut :
i.     Menjadi sebuah forum yang terbuka bagi para guru, pegiat dan pengamat pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, termasuk meningkatkan kualitas diri masing-masing di bidang pendidikan dan keguruan.

ii.    Menjadi sebuah wadah tercetusnya ide-ide segar yang berorientasi pada meningkatnya mutu generasi muda penerus bangsa.

iii.   Mendorong profesionalisme keguruan serta pendewasaan dan kemandirian para siswa, baik yang masih dalam proses belajar maupun lulusan.

iv.   Meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat luas, untuk bersama-sama membangun masa depan melalui pendidikan yang berkualitas bagi generasi muda.

Ketua Umum IGI adalah Satria Dharma dengan Sekretaris Mohammad Ikhsan. Kongres IGI yang pertama dilaksanakan di Gedung A Kemendiknas Jakarta 21 – 23 Juni 2011. Ketua Dewan Pembina IGI adalah Indra Jati Sidi (Mantan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang pernah jadi tersangka kasus pengadaan buku Depdiknas, 2005. IGI seringkali mengadakan kegiatan pelatihan guru-guru, lokakarya dan beragam aktivitas dalam rangka peningkatan kualitas para guru. IGI juga sudah melebarkan sayap organisasinya di beberapa provinsi dan kabupaten.

6. Federasi Serikat Guru Indonesia 

 

Selain organisasi IGI, kemudian di media baru-baru ini muncul wadah organisasi guru lain yang bernama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Berdiri sekitar awal Januari 2011 yang dideklarasikan di kantor ICW Jakarta. Walaupun masih “bayi”, tetapi kelahiran FSGI ini dibidani oleh beberapa tokoh pendidikan dan aktivis LSM.


Ada nama Ade Irawan (ICW), Lodewijk F. Paat (Koalisi Pendidikan) bersama saudaranya Jimmy Paat, ada beberapa aktivis LBH Jakarta seperti Nurcholis. Kemudian oleh beberapa guru yang vokal, diantaranya Retno Listyarti. Sekedar mengembalikan memori publik 5-6 tahun ke belakang. Sebagai guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Retno mengarang buku ajar PKn (SMA), ada redaksi di dalam buku tersebut tentang dissenting opinion putusan hakim terkait kasus korupsi Akbar Tanjung. Pihak Akbar Tanjung mensomasi dan menuntut secara perdata terhadap Retno dan Penerbit Erlangga.

Dari kasus ini nama Retno melejit dan dikenal publik. Banyak dukungan pada Retno. Secara psikologi politik peristiwa ini menjadi simbolisasi David versus Goliath. Tokoh besar negara vis a vis guru SMA. Dalam pesrpektif perang keadaan ini dikenal sebagai Asymmetric Warfare, perang yang tak sepadan. FSGI ditopang oleh para guru dan aktivis LSM yang vokal. Secara intelektualpun acap kali FSGI berdiskusi dengan Prof. H.A.R Tilaar, Utomo Dananjaya (Direktur IER Univ. Paramadina), aktivis ICW dan LSM Koalisi Pendidikan. Saya melihat beberapa tokoh inilah yang menjadi ideolog-ideolog di balik layar FSGI.



E. ANALISIS PERANAN ORGANISASI PROFESI KEGURUAN DEWASA INI


1. Keadaan yang Ditemui

Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul keluarnya Undang-undang Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat perhatian yang amat besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal 39 s/d 44) terdiri atas 17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga kependidikan. Ini menunjukan bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara keseluruhan.

Bagi profesi kependidikan, UU tentang SPN mempunyai arti yang sangat penting, karena dalam undang-undang ini profesi kependidikan telah jelas dasar hukumnya, bahkan pekerjaan guru secara tegas telah dilindungi keberadaannya. Gagasan yang mendasar yang terkandung UU tentang SPN dalam kaitannya dengan tenaga kependidikan ialah perlindungan dan pengakuan yang lebih pasti terhadap jabatan guru khususnya dan tenaga kependidikan umumnya. Profesi-profesi ini secara tegas akan dilindungi, dihargai, diakui, dan dijamin keberadaannya secara hukum. Perlindungan itu secara eksplisit dikemukakan dalam pasal 42 yang menyatakan bahwa pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar.

2. Permasalahan yang Ada

Permasalahan pokok yang dihadapi profesi guru dan juga organisasi profesi guru masa sekarang ini adalah sebagai berikut :

i.      Penjabaran yang operasional tentang ketentuan-ketentuan yang tersurat dalam peraturan yang berlaku yang berkenaan dengan profesi guru beserta kesejahteraannya, seperti keputusan MENPAN No.26 tahun 1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen pendidikan dan Kebudayaan.

ii.      Peningkatan unjuk kerja guru melalui perbaikan program pendidikan guru yang lebih terara, yang memelihara keterpaduan antara pengembangan profesional dengan pembentukan kemampuan akademik guru, dengan memberikan peluang kepada setiap calon guru untuk melatih unjuk kinerjanya sebagai calon guru yang profesional.

iii.      Proses profesionalisme guru melalui sistem pengadaan guru terpadu sejak pendidikan prajabatan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaannya dalam jabatan.

iv.      Penataan organisasi profesi guru yang diarahkan kepada bentuk wahana untuk pelaksanaan prows profesionalisasi guru, dan dapat memberikan batasan yang jelas mengenai profesi guru dan profesi lainnya.

v.      Penataan kembali kode etik guru, terutama yang berkenaan dengan rambu-rambu prilaku profesional yang tegas, jelas, dan operasional, serta perumusan sanksi-sanksi terhadap penyimpangannya.

vi.      Pemasyarakatan kode etik guru ditetapkan oleh setiap guru dan diindahkan oleh masyarakat rekanan, sehingga tumbuh penghargaan dan pengakuan yang wajar terhadap profesi guru itu.

3. Pengembangan Organisasi Keguruan                                 

PGRI sebagai organisasi profesi perlu penekanan upaya penataan dan peningkatan dalam bidang misi profesi dari PGRI. Dalam hal ini perlu dikembangkan kerangka konseptual yang memadai dan terarah untuk melandasi program kerja mengenai pengembangan profesi itu. Kerangka konsep itu seyogyanya diselaraskan dengan patokan-patokan profesional dan akademik yang digunakan sebagai dasar pengembangan standar unjuk kerja, pengembangan progran kependidikan guru, dan penataan proses profesionalisasi guru berdasarkan pendekatan pengadaan guru terpadu.

Kekolegaan profesional guru sebagai suatu kesadaran profesional merpakan keharusan bagi setiap guru sebagai konsekuensi kesediaan untuk menerima tanggung jawab individual dan kolektif. Kekolegaan ini hanya dapat terwujud jika dituangkan dalam kode etik yang operasional dan diakui oleh pemerintah dan masyarakat yang tertuang dalam peraturan atau undang-undang seperti dalam UU tentang SPN.



F. SEJARAH PEMBENTUKAN ORGANISASI PROFESI KEGURUAN


Perkembangan Profesi Keguruan  kita ikuti perkembangan profesi keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:

1.    Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.

2.    Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.

3.    Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.

4.    Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.

5.  Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga

yang pernah mengecap pendidikan.

Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh, status mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.

Dalam sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial.

Namun, wibawa guru mulai sedikit memudar sejalan dengan kamajuan zaman,  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.

Meskipun sekolah guru telah diadakan, namun kurikulumnya masih lebih mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu mendidikan psikologi belum dicantumkan secara khusus didalamnya.

Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yag lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti Hollands Indlandse School(HIS), Meer Uitgebreid Lagere ONderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middlebare School(AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus penyiapan guru; seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte(HA) untuk calon kepala sekolah.

            Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru, yakni Lemabga Pendidikan Tenaga Kpendidikan(LPTK).

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan

atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu:



Ø  Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru

sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.



Ø  Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains.

Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar.



Ø  Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains

memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaransepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomit menuntuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar.



Ø  Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik.

0 comments:

Post a Comment

Love is...
© Rima Putri's Blog - Template by Blogger Sablonlari - Font by Fontspace