BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu realita sehari-hari, di suatu ruang kelas, ketika
proses pembelajaran PKn berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar
peserta didik belum belajar. Selama proses pembelajaran ada sebagian guru yang
belum memberdayakan seluruh potensinya sehingga sebagian besar peserta didik
belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti
pelajaran lanjutan. Beberapa peserta didik belum belajar sampai pada tingkat
pemahaman. Peserta didik baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta,
konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat
ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam
pemecahan masalah sehari-hari yang kontekstual.
Jika merujuk kepada tujuan PKn, maka guru dituntut untuk
menerapkan strategi pembelajaran yang mampu memberikan pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), sikap kewarganegaraan (civic
dispositions), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills)
secara terintegrasi. Lulusan yang diperlukan tidak sekedar mampu mengingat dan
memahami informasi tetapi juga yang mampu menerapkannya secara kontekstual
melalui beragam kompetensi. Di era pembangunan yang berbasis ekonomi dan
globalisasi sekarang ini diperlukan warganegara yang cerdas dan baik (smart
and good citizenship), yang mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan,
menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan
kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan.
Materi modul strategi pembelajaran PKn ini menyajikan
beberapa strategi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan paradigma
pembelajaran PKn mutakhir. Melalui sajian yang praktis diharapkan dapat
membantu para guru melaksanakan beberapa strategi pembelajaran untuk
mengembangkan kompetensi peserta didik secara optimal sesuai dengan potensi dan
kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan tuntutan kehidupan masyarakat di
masa depan. Informasi yang disajikan diharapkan membantu guru untuk
mengembangkan gagasan tentang penyediaan strategi mengajar yang mengacu pada
pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut perlu kiranya
kami dapat membuat perumusan masalah sebagai pendukung dan panduan untuk
terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
a.
Apa pengertian, tujuan dan dimensi dari paradigma pembelajaran
PKn?
b.
Bagaimana Pengembangan Konsep,
Nilai, Moral, dan Norma PKn ?
c.
Bagaimana dimensi Pembelajaran PKn ?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah yang akan di tanyakan sebagai
panduan dalam pembuatan makalah ini, Perlu kiranya memerlukan tujuan pembahasan
sebagai jawaban atas perumusan masalah. Adapun tujuan pembahasan sebagai
berikut :
a. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan
dan dimensi dari paradigma pembelajaran PKn
b.
Menjelaskan
tentang pengembangan
Konsep, Nilai, Moral, dan Norma PKn
c. Menjelaskan tentang dimensi Pembelajaran PKn
BAB
II
PARADIGMA PEMBELAJARAN PKn
A. Pengertian, Tujuan, dan Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
Kewarganegaraan atau disingkat PKn merupakan bidang studi yang bersifat
multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan. Namun secara filsafat
keilmuan ia memiliki ontology pokok ilmu politik khususnya konsep “political
democracy” untuk aspek “duties and rights of citizen” (Chreshore: 1886). Dari
ontology pokok inilah berkembang konsep “civics” yang artinya warga Negara pada
jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya
“civic education”, yang selanjutnya di Indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan
kewarganegaraan” (PKn).
Secara
epistimologis, PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan dari
salah satu lima tradisi “social studies” yakni “citizenship transmission”
(Barr, Barrt, dan Shermis: 1978). Dikemukakan pula oleh Winataputra (2001)
bahwa saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi “body of knowledge”
yang dikenal dan memiliki paradigma sistemik yang di dalamnya terdapat tiga
domain “citizenship education” yakni : domain akademis, domain kurikuler, dan
domain social kultural.
Arah
pengembangan PKn di Indonesia tergantung dari aspek ontology mana kita
berangkat, dengan metode kerja epistemology mana pengetahuan itu dibangun, dan
untuk arah tujuan aksiologis mana kegiatan itu akn membawa implikasi. Bagi
Negara Indonesia arah pengembangan PKn tidak boleh keluar dari kandasan
ideolois Pancasila, landasan kontitusional UUD 1945, dan landasan operasional
Undang-undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003.
Sesuai
dengan namanya PKn merupakan mata pelajaran dalam kurikulum SD/MI. Sebagai mata
pelajaran di Sekolah Dasar, PKn memiliki misi sebagai pendidikan nilai
Pancasila dan Kewarganegaraan untuk warga Negara muda usia SD/MI. Secara
ontologism mata pelajaran ini berangkat dari nilai-nilai Pancasila dan konsepsi
Kewarganegaraan. Oleh karena itu, secara umum pembelajaran PKn di Sekolah Dasar
adalah pengembangan kualitas warga Negara secara utuh, dalam aspek-aspek :
· Kemelek-wacanaan
kewarganegaraan, yakni pemahaman peserta didik sebagai warga Negara tentang hak
dan kewajiban warga Negara dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia
serta menyesuaikan perilakunya dengan kedsadaran dan pemahaman itu.
· Komunikasi
social cultural kewarganegaraan, yakni kemauan dan kemampuan peserta didik
sebagai warga Negara untuk melibatkan diri dalam komunikasi social cultural
sesuai dengan hak dan kewajibannya.
· Pemecahan
masalah kewarganegaraan, yakni kemauan, kemampuan, dan keterampilan peserta
didik sebagai warga Negara dalam mengambil prakarsa atau turut serta dalam
pemecahan masalah social kultur kewarganegaraan di lingkungannya.
· Penalaran
kewaarganegaraan, yakni kemampuan peserta didik sebagai warga Negara untuk
berpikir secara kritis dan bertanggung jawab tentang ide, instrumentasi, dan
praksis demokrasi konstitusional Indonesia.
· Partisipasi
kewarganegaraan secara bertanggung jawab, yakni kesadaran dan kesiapan peserta
didik sebagai warga Negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tangggung jawab
dalam berkehidupan demokrasi konstitusional (Dokumen SKGK, Depdiknas, 2004).
PKn
untuk persekolahan sangat erat kaitannya dengan dua disiplin ilmu yang erat dengan
kenegaraan, yakni ilmu politik dan hukum yang terintegrasi dengan humatora dan
dimensi keilmuan lainnya yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk
kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, PKn ditingkat
persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para perserta didik sebagai warga
Negara yang cerdas dan baik (to be smart and good citizen).
Di Sekolah Dasar, PKn lebih
dititikberatkan pada penghayatan dan pembiasaan diri untuk berperan sebagai
warga Negara yang demokratis dalam konteks Indonesia. Untuk itu guru PKn harus
menjadi model warga Negara yang demokratis sehingga menjadi teladan bagi
peserta didiknya. Dalam program PGSD, PKn sebagai mata kuliah merupakan program
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan kekuasaan calon guru/ guru SD
mengenai substansi dan metodologi pembelajaran PKn di Sekolah Dasar.
Bertolak dari berbagai pertimbangan,
sebagaimana diuraikan di atas, maka untuk pembelajaran di Sekolah Dasar mata
pelajaran PKn tersebut seyogianya diorganisasikan sebagai berikut :
· Pada
jenjang SD kelas rendah, yakni tentang kelas 1 s/d 3, pengorganisasian materi
pendidikan kewarganegaraan menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan
fokus model pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman dengan memanfaatkan
pola pengorganisasian lingkungan yang meluas. Tujuan akhir dari pendidikan
kewarganegaraan di kelas rendah ini adalah menumbuh kembangkan kesadaran dan
pengertian awal tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara tertib dan damai. Melalui pembiasaan peserta
didik di kondisikan untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota keluarga,
warga sekolah, dan warga masyarakat di lingkungannya secara cerdas dan baik.
Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil bermain belajar
sambil berbuat, dan belajar melalui interaksi social cultural di lingkungannya
· Pada
jenjang SD kelas tinggi 4 s/d 6 pengorganisasian materi pembelajaran sama
dengan jenjang kelas 1 sampai 3 yakni menerapkan pendekatan terpadu
(integrated) dengan model pembelajaran yang beronrientasi pada pengalaman
dengan pola pengorganisasian lingkungan meluas. Perbedaaan, pada SD kelas
tinggi, pembelajaran sudah mulai dikenalkan mata pelajaran yang terpisah. Guru
SD sebagai guru kelas membelajarkan lima mata pelajaran (Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, PKn) secara terpisah. Namun, dianjurkan pula untuk beberapa
kompetensi dasar, agar guru menerapkan tematik sesuai dengan memperhatikan
prinsip kontekstual, aktualitas dan kebutuhan peserta didik.
Tujuan akhir pembelajaran
PKN di SD adalah tumbuh kembangnya kepekaan , ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas
sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat secara tertib dan damai. Oleh
karena itu perlu mengenal sejumlah dimensi PKN untuk mempermudah mangkaji dan
menganalisis tujuan. Berikut dimensi PKn: (1) PKn sebagai program kulikuler;
(2) PKn sebagai program akademik; (3) PKn sebagai program social kultural.
Tujuan PKn dapat dilihat dalam UUD Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang system Pendidikan Nasional pada bagian penjelasan pasal 37 ayat (1)
bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Domain
PKn sebagai kulikuler merupakan program PKn yang dirancang dan di belajarkan
kepada peserta didik pada jenjang satuan pendidikan tertentu, demi untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap program pembelajaran dan
pembangunan karakter. Namun belumlah diakui karena masih adanya kelemahan dalam
dimensi kulikuler, seperti masalah landasan, pengorganisasian kurikulum,buku
pelajaran, metodelogi dam kompetensi guru.
Domain
PKn sebagai program akademik merupakan program kajian ilmiah yang dilakukan
oleh komunitas akademik PKn untuk memecahkan masalah konseptual dan operasional
guna menghasilkan generalisasi dan teori untuk membangun batang tubuh keilmuan
PKn.
Domain
PKn sebagai sosial kultur dilihat dari aspek tujuan, pengorganisasian kurikulum
dan materi pembelajaran. Tujuan lebih pada upaya pembinaan warga masyarakat
agar menjadi Negara yang baik dalam berbagai situasi dan perkembangan zaman
yang senantiasa berubah.
B. Pengembangan Konsep, Nilai, Moral, dan Norma PKn
Pembahasan
atas istilah-istilah serta persoalan ini perlu diangkat dan dideskripsikan
secara jelas mengingat PKn sebagai pembelajaran yang mutiemensional meliputi
pendidikan nilai, moral, dan norma disamping pendidikan kerakter, konstitusi,
politik dan hokum. Istilah konsep, nilai, moral, dan norma dalam PKn merupakan
istilah dasar yang perlu dipahami secara benar.maka berikut ini diuraikan
pengertian dan karakteristik istilah-istilah tersebut menurut para ahli.
1. Pengertian
konsep
Konsep merupakan
pengertian yang bersifat abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok
benda, peristiwa, atau pemikiran (ide). Lahirnya konsep disebabkan oleh adanya
kesadaran atas atribut kelas yang ditunjukan oleh symbol. Konsep “rakyat”
merupakan sebutan umum untuk sekelompok wilayah suatu Negara. Konsep
“demokrasi” merupakan sebutan abstrak tentang system kekuasaan pemerintah yang
berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan demikian, konsep
merupakan cara berpikir menggeneralisasi sejumlah anggota kelas yang khusus ke
dalam satu contoh model yang tidak tampak, termasuk atribut semua contoh yang
berbeda-beda.
Konsep bersifat
subyektif dan menyatu. Semua orang membentuk konsep dari pengalamannya sendiri.
Konsep-konsep yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat diperoleh dari
konsep disiplin ilmu atau konsep yang telah biasa digunakan di lingkungan
kehidupan siswa atau masyarakat.
2. Pengertian Nilai
Menurut
Frankel (1978), nilai (value) adalah konsep (concept). Seperti umumnya konsep,
maka nilai sebagai konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat diamatin
melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu
atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai
dapat dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nila etika. Estetika
terkait dengan masalah keindahan atau apa yang dipandang indah oleh seseorang.
Sedangkan etika terkait dengan tindakan/perilaku/akhlak atau bagaimana
seseorang harus berprilaku (moral).
Nilai
tidak dapat dilihat secara konkrit melainkan tercermin dalam pertimbangan harga
yang khusus yang diakui oleh individu. Oleh karena itu, ketika seseorang
menyatakan bahwa sesuatu itu bernilai maka seyogianya ada argumen-argumen baik
dan tidak baiknya. Misalnya, mengapa ada orang yang menolak hukuman mati bahkan
mengusulkan agar hukuman mati dihilangkan karena bertentangan dengan hak asasi
manusia. Hal ini tentu saja dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan.
Raths
(dalam Fraenkel, 1978) mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan
penilaian, yakni perlu ada pilihan, penghargaan, dan tindakan.
Pertama
tindakan memilih hendaknya dilakukan secara bebas dan memilih dari sejumlah
alternatif. Melakukan memilih hendaknya dilandasi oleh hasil pemikiran yang
mendalam, artinya setelah memperhitungkan berbagai akbat dari alternatif
tersebut. Kedua, ada penghargaan atas apa yang telah dipilih dan dikenal oleh
masyarakat. Ketiga, melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya dan
dimanfaatkan dalam kehidupan secara terus menerus.
Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan hasil pertimbangan baik atau
tidak baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan
(motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi
tiga bagian yaitu:
1. Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia
2. Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan
kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai
kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Sesuatu yang dianggap
benar disebut nilai kebenaran. Sesuatu yang dianggap indah disebut nilai
estetika. Sesuatu yang dianggap baik disebut nilai moral/etika. Sesuatu yang
dianggap berpahala dan berdosa bila dilakukan disebut nilai religius
Ahli lain, seperti
Rokeah (dalam Kosasih Djahiri, 1985:20)[1]
mengatakan bahwa “nilai adalah suatu kepercayaan/keyakinan (belief) yang
bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau tidak patut
dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga dan apa yang tidak
berharga”.
3. 3. Pengertian Norma
Norma adalah kaidah
atau peraturan yang pasti dan bila dilanggar mengakibatkan sanksi. Norma
disebut pula dalil yan mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga
masyarakat yang aman, tertib, dan teratur.
Secara umum, norma
biasanya bersanksi, yakni ancaman atau akibat yang akan diterima apabila norma
itu tidak dilaksanakan. Sedikitnya ada empat jenis norma, ialah: norma
kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan norma hukum.
1. Norma
kesopanan atau disebut pula norma sopan santun. Norma ini dimaksudkan untuk
menjaga atau menciptakan keharmonisan hidup bersama Dan sanksinya berasal dari
masyarakat berupa celaan atau pengucilan
2. Norma
kesusilaan atau disebut pula moral/akhlak. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga
kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani serta ahklak. Sanksinya
berupa sanksi moral yang berasal dari hati nurani manusia itu sendiri.
3. Norma
agama atau disebut pula norma religius. Norma ini dimaksudkan utuk mencapai
kesucian hidup beriman dan sanksinya berasal dari Tuhan.
4. Norma
hukum adalah norma yang dimaksudkan untuk menciptakan kedamaian hidup bersama
dan sanksinya berupa sanksi hukum yang berasal dari Negara atau aparatur
Negara.
Ada beberapa ciri norma yang hukum yang
berbeda dari tiga norma lainnya, misalnya:
1. Adanya
paksaan dari luar yang berwujud acaman hukum bagi mereka yang melanggarnya.
Acaman hukum tersebut pada umumnya berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan
oleh aparatur Negara.
2. Bersifat
umum, yaitu berlaku bagi semua orang.
Dengan
kata lain, sanksi yang diterima oleh orang yang melanggar norma hukum lebih
pasti atau tegas, jelas dan nyata. Lebih pasti yang dimaksud bahwa sanksi hukum
sudah ditentukan berapa lama hukuman yang harus dijalani oleh pelanggar hukum
karena telah ada kitab undang-undang yang mengatur. Tegas berarti norma hukum
dapat memaksa siapa saja yang melanggarnya melalui aparatur penegak hukum.
Mengapa
perlu ada norma hukum? Norma hukum diperlukan karena :
1. Tidak
semua kepentingan atau tata tertib telah dilindungi atau diatur oleh norma
agama, norma moral, dan norma sopan santun. Misalnya, norma sopan santun tidak
mengatur bagaimana penduuduk/warga negara harus membayar hutang piutang.
Demikuan pula, norma kesusilaan tidak mengatur hal-hal tentang pajak, upah,
lalulintas, dan lain-ain.
2. Sanksi
terhadap pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan bersifat psikis dan
abstrak, sedangkan sanksi terhadap norma hukum bersifat fisik dan konkrit.
3. Pada
norma hukum, sifat pemaksaannya sangat jelas dan dapat dipaksakan oleh aparatur
negara, sedangkan norma kesusilaan tidak dapat dipaksakan oleh aparatur negara,
melainkan hanya berupa dorongan dari diri pribadi manusia bahkan tidak tegas.
4. Pengertian moral
Istilah
moral berasal dari bahasa latin, mores yaitu adat kebiasaan. Dalam bahasa
indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak atau kesusilaan yang mengandung
makna tata tertib batin atau hati nurani menjadi pembimbing tingkah laku lahir
dan batin manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu,
moral erat kaitannya dengan ajaran tentang sesuatu yang baik dan buruk yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Secara
yuridis formal, pendidikan nilai, moral, dan norma indonesia dilaksanakan
melalui pendidikan kewarganegaraan yang berlandaskan pada undang undang dasar
republik indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) sebagai landasan konstitusional,
undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
(Sisdiknas) sebagai landasan operasional dan peraturan menteri nomor 22 tahun
2006 tentang standar isi (SI) dan nomor 23 tahun 2006 tentang standar
kompetensi lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler.
Adanya ketentuan
tentang pendidikan kewarganegaraan dalam UU sisdiknas sebagai mata pelajaran
wajib di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi menunjukan bahwa mata
pelajaran ini menempati kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan
nasional di negara ini.
C. Dimensi Pembelajaran PKn
Dimensi pembelajaran
yang diperlukan adalah pembelajaran yang dapat mempersiapkan warga negara yang
mampu hidup dalam masyarakat demokratis. Dengan kata lain, perlu ada sejumlah
alternatif model pembelajaran PKn yang mampu mengantarkan dan mengisi
masyarakat demokratis.
Pada hakekatnya proses
pembentukan karakter bengsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu
masyarakat indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter
bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak yang harus
dijawab oleh pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma barunya.
Tugas PKn dengan
paradigma yang direvitalisasi adalah mengembangkan pendidikan demokrasi yang
mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara, membina
tanggung jawab warganegara dan mendorong partisipasi warganegara.
Bagaimana
PKn mengembangkan warga negara yang demokratis melalui tiga fungsi pokoknya itu
?
Untuk
mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan
diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan
paradigma PKn yang baru. Sebelum mengembangkan model pembelajaran yang
dimaksud, telebih dahulu perlu dikemukakan dahulu tentang konsep warga negara
yang demokratis.
Khusus bagi calon guru
dan guru pemula diharapkan agar sedapat mungkin memperbanyak latihan dalam
menerapkan model pembelajaran PKn dengan paradigma baru. Dengan demikian,
kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran PKn menjadi semakin kaya dan
implikasi lebih lanjut, para siswa akan semakin menyenangi belajar PKn karena
gurunya memiliki kemampuan yang memadai.
Demokrasi sering
dikatakan sistem pemerintahan yang cerdas dan rasional. Suatu negara tidak
dapat hidup secara demokratis apabila masyarakatnya dalam keadaan miskin,
bodoh, dan tidak terdidik. Dengan kata lain, masyarakat demokratis baru dapat
terwujud apabila masyarakatnya berpendidikan, cerdas, memiliki tingkat
penghidupan yang cukup ( layak ), dan mereka punya keinginan berpatisipasi
aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kita mewarisi
pemerintahan demokratis, yaitu pemerintahan yang “ berasal dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat”. Dalam prinsip pemerintahan demokratis terkandung hak
berpartisipasi dari setiap warga negara. Hak berpartisipasi ini membebankan
tanggung jawab tertentu kepada setiap warga negara. Diantara tanggung jawab ini
adalah tanggung jawab untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
berpartisipasi secara cerdas, dan tanggung jawab untuk berkehendak meningkatkan
kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.
Agar warga negara dapat
berpartisipasi secara efektif, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan,
pengalaman praktis , dan pemahaman tentang pentingnya partisipasi warga negara.
Mempersiapkan warga negara yang memiliki kualitas seperti tersebut diatas
merupakan tugas pokok kependidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan
luar sekolah. Khusus dalam pendidikan persekolahan , pendidikan kewarganegaraan
(PKn) memegang peranan yang sangat strategis dalam mempersiapkan dan membina
warga negara dengan kualitas seperti terurai di atas.
Tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah pertisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam
kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip
dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Menimbang dasar pikiran dan tujuan
PKn di atas , selayaknya pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan
pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis
agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi. Oleh karena itu
ada dua hal yang perlu mendapat perhatian kita dalam mempersiapkan pembelajaran
PKn dikelas, yakni bekal pengetahuan materi pembelajaran dan metode atau
pendekatan pembelajaran.
Model pembelajaran PKn
dengan paradigma yang direvitalisasi hendaklah dapat mengakomodasi untuk
mencapai tujuan PKn itu sendiri. Model pembelajaran PKn berupa berbasis
portofolio, model pembelajaran ini perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dan kebutuhan siswa bahkan tingkat perkembangannya. Guru dapat memodifikasi
model ini dengan tidak mengubah prinsip-prinsip pokok.
Portofolio dalam
pembelajaran PKn merupakan kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik
yang menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan
publik yang telah diputuskan untuk dikaji oleh mereka, baik dalam kelompok
kecil maupun kelas secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahan-bahan
seperti pernyataan-pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan karya
seni asli. Bahan-bahan ini menggambarkan:
1. Hal-hal
yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan suatu masalah yang telah mereka
pilih.
2. Hal-hal
yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan alternatif-alternatif pemecahan
terhadap masalah tersebut.
3. Kebijakan
publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa untuk mengatasi masalah
tersebut.
4. Rencana
tindakan yang telah dibuat siswa untuk digunakan dalam mengusahakan agar
pemerintah menerima kebijakan yang mereka usulkan.
Dalam menilai
portofolio, “karya terpilih” merupakan istilah yang sangat penting. Bahan
penilaian harus menjadi akumulasi dari segala sesuatu yang dapat ditemukan para
siswa pada topik mereka bukan hanya seksi penayangan dan bukan pula seksi
pendokumentasian. Portofolio harus membuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha
terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta
mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting.
Pembelajaran PKn yang
berbasis portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik mereka dengan
beberapa metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik atau
kebijakan publik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif para
siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya dengan cara:
1. Membekali
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara
efektif.
2. Membekali
pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi dan
efektivitas partisipasi.
3. Mengembangkan
pemahaman akan entingnya partisipasi warganegara.
Pembelajaran PKn ini
akan menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan memperdalam pemahaman
siswa tentang bagaimana bangsa Indonesia, yakni kita semua dapat bekerjasama
mewujudkan masyarakat yang lebih baik.
Dalam usaha mencapai
tugas-tugas pembelajaran PKn ini di tempuh melalui enam tahap kegiatan sebagai
berikut:
Tahap I :
Mengidentifikasi masalah kebijakan publik di masyarakat.
Tahap II :
Memilih satu masalah untuk kajian kelas.
Tahap III :
Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji oleh
kelas.
Tahap IV :
Membuat portofolio kelas.
Tahap V :
Menyajikan portofolio.
Tahap VI :
Refleksi terhadap pengalaman belajar.
Dalam pembelajaran PKn
yang berbasis portofolio, kelas dibagi kedalam empat kelompok. Setiap kelompok
bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio kelas.
Setiap kelompok
memiliki tugas yang berbeda namun mulai kelompok pertama sampai keempat harus
saling terkait (sekuensial) dan merupakan satu kesatuan. Adapun tugas mereka
dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Kelompok
Portofolio Satu: Menjelaskan masalah. Kelompok portofolio
satu ini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah dipilih untuk
dikaji oleh kelas.
b.
Kelompok
Portofolio Dua: Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah. Kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan
kebijakan saat ini dan/ atau kebijakan alternatif yang dirancang untuk
memecahkan masalah.
c.
Kelompok
Portofolio Ketiga: Membuat satu kebijakan publik yang akan di dukung oleh
kelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu
kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas
serta melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut.
d.
Kelompok
Portofolio Keempat: Membuat suatu rencana tindakan agar pemerintah mau menerima
kebijakan kelas. Kelompok ini bertanggungjawab untuk
membuat suatu rencana tindakan yang menunjukan bagaimana warga negara dapat
mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang di dukung oleh kelas.
Bahan-bahan dalam
portofolio memuat dokumentasi terbaik yang telah di kumpulkan oleh kelas dan
kelompok dalam meneliti masalah. Bahan-bahan dalam portofolio itupun hendaknya
memuat bahan-bahan tulis tangan asli atau karya seni asli para siswa.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan bidang studi yang
bersifat multifaset. Secara epistemologis, PKn merupakan pengembangan dari
salah satu dari lima tradisi “social studies” yakni citizenship transmission yang saat ini berkembang pesat menjadi
suatu body of knowledge yang memiliki paradigma sistemik yang didalamnya
terdapat tiga domain yakni domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial
kultural.
Untuk
mencapai tujuan dan nilai PKn dengan paradigma baru perlu disusun bekal
pengetahuan materi pembelajaran dan model pembelajaran yang sejalan dengan
tuntutan dan harapan PKn yakni mengembangkan kecerdasan warga negara dalam
dimensi spiritual, rasional, emosional, dan sosial, mengembangkan peserta didik
untuk berpartisipasi sebagai warga negara guna menopang tumbuh dan
berkembangnya warga negara yang baik. Hal ini disusun agar selayaknya dapat
membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai.
B. Saran
Sebagai warga negara Indonesia, kita
harus dapat memahami betul peran kita sebagai warga negara Indonesia yang baik.
Pendekatan dan metodologi pada pembelajaran PKn yang disarankan untuk
dikembangkan adalah pembelajaran yang berorientasi pada proses berpikir kritis
dan pemecahan masalah secara demokratis
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat, dkk. 2009. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Laboratorium
Pendidikan Kewarganegaraan.
Kaelan, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: PARADIGMA Yogyakarta.
Sumarsono, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Uaksena, 2011. Paradigma
Pendidikan Kewarganegaraan Tersedia dilaman http://uaksena.wordpress.com/2011/07/20/paradigma-pendidikan-kewarganegaran-pendidikan-demokrasi-di-indonesia/.
Di akses pada tanggal 24 September 2014.
3 comments:
kak tulisannya nggak keliatan..
Sorry, udah di edit berulang kali, tetep begini tulisannya :( coba di block tulisannya ya
How beautiful background ❤
Post a Comment