SELAMAT DATANG DI BLOG MARTHA PUSPITA RIMA PUTRI ^_^ BLOG BERBAGI INFORMASI SEPUTAR ILMU PENGETAHUAN DAN DUNIA PENDIDIKAN :)

Friday, 3 October 2014

Paradigma Pembelajaran PKn



BAB I

PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Suatu realita sehari-hari, di suatu ruang kelas, ketika proses pembelajaran PKn berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar peserta didik belum belajar. Selama proses pembelajaran ada sebagian guru yang belum memberdayakan seluruh potensinya sehingga sebagian besar peserta didik belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa peserta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Peserta didik baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang kontekstual.
Jika merujuk kepada tujuan PKn, maka guru dituntut untuk menerapkan strategi pembelajaran yang mampu memberikan pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), sikap kewarganegaraan (civic dispositions), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills) secara terintegrasi. Lulusan yang diperlukan tidak sekedar mampu mengingat dan memahami informasi tetapi juga yang mampu menerapkannya secara kontekstual melalui beragam kompetensi. Di era pembangunan yang berbasis ekonomi dan globalisasi sekarang ini diperlukan warganegara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship), yang mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan.
Materi modul strategi pembelajaran PKn ini menyajikan beberapa strategi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan paradigma pembelajaran PKn mutakhir. Melalui sajian yang praktis diharapkan dapat membantu para guru melaksanakan beberapa strategi pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi peserta didik secara optimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan tuntutan kehidupan masyarakat di masa depan. Informasi yang disajikan diharapkan membantu guru untuk mengembangkan gagasan tentang penyediaan strategi mengajar yang mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut perlu kiranya kami dapat membuat perumusan masalah sebagai pendukung dan panduan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
a.         Apa pengertian, tujuan dan dimensi dari paradigma pembelajaran PKn?
b.        Bagaimana Pengembangan Konsep, Nilai, Moral, dan Norma PKn ?
c.         Bagaimana dimensi Pembelajaran PKn ?


C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan perumusan masalah yang akan di tanyakan sebagai panduan dalam pembuatan makalah ini, Perlu kiranya memerlukan tujuan pembahasan sebagai jawaban atas perumusan masalah. Adapun tujuan pembahasan sebagai berikut :
a.       Menjelaskan tentang pengertian, tujuan dan dimensi dari paradigma pembelajaran PKn
b.      Menjelaskan tentang pengembangan Konsep, Nilai, Moral, dan Norma PKn
c.       Menjelaskan tentang dimensi Pembelajaran PKn










BAB II

PARADIGMA PEMBELAJARAN PKn


A. Pengertian, Tujuan, dan Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan atau disingkat PKn merupakan bidang studi yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan. Namun secara filsafat keilmuan ia memiliki ontology pokok ilmu politik khususnya konsep “political democracy” untuk aspek “duties and rights of citizen” (Chreshore: 1886). Dari ontology pokok inilah berkembang konsep “civics” yang artinya warga Negara pada jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya “civic education”, yang selanjutnya di Indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan” (PKn).
Secara epistimologis, PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan dari salah satu lima tradisi “social studies” yakni “citizenship transmission” (Barr, Barrt, dan Shermis: 1978). Dikemukakan pula oleh Winataputra (2001) bahwa saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi “body of knowledge” yang dikenal dan memiliki paradigma sistemik yang di dalamnya terdapat tiga domain “citizenship education” yakni : domain akademis, domain kurikuler, dan domain social kultural.
Arah pengembangan PKn di Indonesia tergantung dari aspek ontology mana kita berangkat, dengan metode kerja epistemology mana pengetahuan itu dibangun, dan untuk arah tujuan aksiologis mana kegiatan itu akn membawa implikasi. Bagi Negara Indonesia arah pengembangan PKn tidak boleh keluar dari kandasan ideolois Pancasila, landasan kontitusional UUD 1945, dan landasan operasional Undang-undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003.
Sesuai dengan namanya PKn merupakan mata pelajaran dalam kurikulum SD/MI. Sebagai mata pelajaran di Sekolah Dasar, PKn memiliki misi sebagai pendidikan nilai Pancasila dan Kewarganegaraan untuk warga Negara muda usia SD/MI. Secara ontologism mata pelajaran ini berangkat dari nilai-nilai Pancasila dan konsepsi Kewarganegaraan. Oleh karena itu, secara umum pembelajaran PKn di Sekolah Dasar adalah pengembangan kualitas warga Negara secara utuh, dalam aspek-aspek :
·      Kemelek-wacanaan kewarganegaraan, yakni pemahaman peserta didik sebagai warga Negara tentang hak dan kewajiban warga Negara dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan perilakunya dengan kedsadaran dan pemahaman itu.
·      Komunikasi social cultural kewarganegaraan, yakni kemauan dan kemampuan peserta didik sebagai warga Negara untuk melibatkan diri dalam komunikasi social cultural sesuai dengan hak dan kewajibannya.
·      Pemecahan masalah kewarganegaraan, yakni kemauan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik sebagai warga Negara dalam mengambil prakarsa atau turut serta dalam pemecahan masalah social kultur kewarganegaraan di lingkungannya.
·      Penalaran kewaarganegaraan, yakni kemampuan peserta didik sebagai warga Negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggung jawab tentang ide, instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional Indonesia.
·      Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab, yakni kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga Negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tangggung jawab dalam berkehidupan demokrasi konstitusional (Dokumen SKGK, Depdiknas, 2004).
PKn untuk persekolahan sangat erat kaitannya dengan dua disiplin ilmu yang erat dengan kenegaraan, yakni ilmu politik dan hukum yang terintegrasi dengan humatora dan dimensi keilmuan lainnya yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, PKn ditingkat persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para perserta didik sebagai warga Negara yang cerdas dan baik (to be smart and good citizen).
      Di Sekolah Dasar, PKn lebih dititikberatkan pada penghayatan dan pembiasaan diri untuk berperan sebagai warga Negara yang demokratis dalam konteks Indonesia. Untuk itu guru PKn harus menjadi model warga Negara yang demokratis sehingga menjadi teladan bagi peserta didiknya. Dalam program PGSD, PKn sebagai mata kuliah merupakan program pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan kekuasaan calon guru/ guru SD mengenai substansi dan metodologi pembelajaran PKn di Sekolah Dasar.
      Bertolak dari berbagai pertimbangan, sebagaimana diuraikan di atas, maka untuk pembelajaran di Sekolah Dasar mata pelajaran PKn tersebut seyogianya diorganisasikan sebagai berikut :
·      Pada jenjang SD kelas rendah, yakni tentang kelas 1 s/d 3, pengorganisasian materi pendidikan kewarganegaraan menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan fokus model pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman dengan memanfaatkan pola pengorganisasian lingkungan yang meluas. Tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan di kelas rendah ini adalah menumbuh kembangkan kesadaran dan pengertian awal tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara  tertib dan damai. Melalui pembiasaan peserta didik di kondisikan untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat di lingkungannya secara cerdas dan baik. Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil bermain belajar sambil berbuat, dan belajar melalui interaksi social cultural  di lingkungannya
·      Pada jenjang SD kelas tinggi 4 s/d 6 pengorganisasian materi pembelajaran sama dengan jenjang kelas 1 sampai 3 yakni menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan model pembelajaran yang beronrientasi pada pengalaman dengan pola pengorganisasian lingkungan meluas. Perbedaaan, pada SD kelas tinggi, pembelajaran sudah mulai dikenalkan mata pelajaran yang terpisah. Guru SD sebagai guru kelas membelajarkan lima mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, PKn) secara terpisah. Namun, dianjurkan pula untuk beberapa kompetensi dasar, agar guru menerapkan tematik sesuai dengan memperhatikan prinsip kontekstual, aktualitas dan kebutuhan peserta didik.
Tujuan akhir pembelajaran PKN di SD adalah tumbuh kembangnya kepekaan , ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat secara tertib dan damai. Oleh karena itu perlu mengenal sejumlah dimensi PKN untuk mempermudah mangkaji dan menganalisis tujuan. Berikut dimensi PKn: (1) PKn sebagai program kulikuler; (2) PKn sebagai program akademik; (3) PKn sebagai program social kultural. Tujuan PKn dapat dilihat dalam UUD Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional pada bagian penjelasan pasal 37 ayat (1) bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
            Domain PKn sebagai kulikuler merupakan program PKn yang dirancang dan di belajarkan kepada peserta didik pada jenjang satuan pendidikan tertentu, demi untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap program pembelajaran dan pembangunan karakter. Namun belumlah diakui karena masih adanya kelemahan dalam dimensi kulikuler, seperti masalah landasan, pengorganisasian kurikulum,buku pelajaran, metodelogi dam kompetensi guru.
            Domain PKn sebagai program akademik merupakan program kajian ilmiah yang dilakukan oleh komunitas akademik PKn untuk memecahkan masalah konseptual dan operasional guna menghasilkan generalisasi dan teori untuk membangun batang tubuh keilmuan PKn.
            Domain PKn sebagai sosial kultur dilihat dari aspek tujuan, pengorganisasian kurikulum dan materi pembelajaran. Tujuan lebih pada upaya pembinaan warga masyarakat agar menjadi Negara yang baik dalam berbagai situasi dan perkembangan zaman yang senantiasa berubah.

B. Pengembangan Konsep, Nilai, Moral, dan Norma PKn

            Pembahasan atas istilah-istilah serta persoalan ini perlu diangkat dan dideskripsikan secara jelas mengingat PKn sebagai pembelajaran yang mutiemensional meliputi pendidikan nilai, moral, dan norma disamping pendidikan kerakter, konstitusi, politik dan hokum. Istilah konsep, nilai, moral, dan norma dalam PKn merupakan istilah dasar yang perlu dipahami secara benar.maka berikut ini diuraikan pengertian dan karakteristik istilah-istilah tersebut menurut para ahli.
1.    Pengertian konsep
Konsep merupakan pengertian yang bersifat abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok benda, peristiwa, atau pemikiran (ide). Lahirnya konsep disebabkan oleh adanya kesadaran atas atribut kelas yang ditunjukan oleh symbol. Konsep “rakyat” merupakan sebutan umum untuk sekelompok wilayah suatu Negara. Konsep “demokrasi” merupakan sebutan abstrak tentang system kekuasaan pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan demikian, konsep merupakan cara berpikir menggeneralisasi sejumlah anggota kelas yang khusus ke dalam satu contoh model yang tidak tampak, termasuk atribut semua contoh yang berbeda-beda.
Konsep bersifat subyektif dan menyatu. Semua orang membentuk konsep dari pengalamannya sendiri. Konsep-konsep yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat diperoleh dari konsep disiplin ilmu atau konsep yang telah biasa digunakan di lingkungan kehidupan siswa atau masyarakat.
2. Pengertian Nilai
            Menurut Frankel (1978), nilai (value) adalah konsep (concept). Seperti umumnya konsep, maka nilai sebagai konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat diamatin melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nila etika. Estetika terkait dengan masalah keindahan atau apa yang dipandang indah oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan tindakan/perilaku/akhlak atau bagaimana seseorang harus berprilaku (moral).
            Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit melainkan tercermin dalam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh individu. Oleh karena itu, ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu bernilai maka seyogianya ada argumen-argumen baik dan tidak baiknya. Misalnya, mengapa ada orang yang menolak hukuman mati bahkan mengusulkan agar hukuman mati dihilangkan karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini tentu saja dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan.
            Raths (dalam Fraenkel, 1978) mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan penilaian, yakni perlu ada pilihan, penghargaan, dan tindakan.
            Pertama tindakan memilih hendaknya dilakukan secara bebas dan memilih dari sejumlah alternatif. Melakukan memilih hendaknya dilandasi oleh hasil pemikiran yang mendalam, artinya setelah memperhitungkan berbagai akbat dari alternatif tersebut. Kedua, ada penghargaan atas apa yang telah dipilih dan dikenal oleh masyarakat. Ketiga, melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya dan dimanfaatkan dalam kehidupan secara terus menerus.
            Secara singkat dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan hasil pertimbangan baik atau tidak baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
1.    Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia
2.    Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas.
3.    Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Sesuatu yang dianggap benar disebut nilai kebenaran. Sesuatu yang dianggap indah disebut nilai estetika. Sesuatu yang dianggap baik disebut nilai moral/etika. Sesuatu yang dianggap berpahala dan berdosa bila dilakukan disebut nilai religius
Ahli lain, seperti Rokeah (dalam Kosasih Djahiri, 1985:20)[1] mengatakan bahwa “nilai adalah suatu kepercayaan/keyakinan (belief) yang bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga dan apa yang tidak berharga”.

3.        3. Pengertian Norma
Norma adalah kaidah atau peraturan yang pasti dan bila dilanggar mengakibatkan sanksi. Norma disebut pula dalil yan mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat yang aman, tertib, dan teratur.
Secara umum, norma biasanya bersanksi, yakni ancaman atau akibat yang akan diterima apabila norma itu tidak dilaksanakan. Sedikitnya ada empat jenis norma, ialah: norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan norma hukum.
1.    Norma kesopanan atau disebut pula norma sopan santun. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga atau menciptakan keharmonisan hidup bersama Dan sanksinya berasal dari masyarakat berupa celaan atau pengucilan
2.    Norma kesusilaan atau disebut pula moral/akhlak. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani serta ahklak. Sanksinya berupa sanksi moral yang berasal dari hati nurani manusia itu sendiri.
3.    Norma agama atau disebut pula norma religius. Norma ini dimaksudkan utuk mencapai kesucian hidup beriman dan sanksinya berasal dari Tuhan.
4.    Norma hukum adalah norma yang dimaksudkan untuk menciptakan kedamaian hidup bersama dan sanksinya berupa sanksi hukum yang berasal dari Negara atau aparatur Negara.
Ada beberapa ciri norma yang hukum yang berbeda dari tiga norma lainnya, misalnya:
1.    Adanya paksaan dari luar yang berwujud acaman hukum bagi mereka yang melanggarnya. Acaman hukum tersebut pada umumnya berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan oleh aparatur Negara.
2.    Bersifat umum, yaitu berlaku bagi semua orang.
Dengan kata lain, sanksi yang diterima oleh orang yang melanggar norma hukum lebih pasti atau tegas, jelas dan nyata. Lebih pasti yang dimaksud bahwa sanksi hukum sudah ditentukan berapa lama hukuman yang harus dijalani oleh pelanggar hukum karena telah ada kitab undang-undang yang mengatur. Tegas berarti norma hukum dapat memaksa siapa saja yang melanggarnya melalui aparatur penegak hukum.
Mengapa perlu ada norma hukum? Norma hukum diperlukan karena :
1.    Tidak semua kepentingan atau tata tertib telah dilindungi atau diatur oleh norma agama, norma moral, dan norma sopan santun. Misalnya, norma sopan santun tidak mengatur bagaimana penduuduk/warga negara harus membayar hutang piutang. Demikuan pula, norma kesusilaan tidak mengatur hal-hal tentang pajak, upah, lalulintas, dan lain-ain.
2.    Sanksi terhadap pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan bersifat psikis dan abstrak, sedangkan sanksi terhadap norma hukum bersifat fisik dan konkrit.
3.    Pada norma hukum, sifat pemaksaannya sangat jelas dan dapat dipaksakan oleh aparatur negara, sedangkan norma kesusilaan tidak dapat dipaksakan oleh aparatur negara, melainkan hanya berupa dorongan dari diri pribadi manusia bahkan tidak tegas.
4. Pengertian moral
            Istilah moral berasal dari bahasa latin, mores yaitu adat kebiasaan. Dalam bahasa indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau hati nurani menjadi pembimbing tingkah laku lahir dan batin manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, moral erat kaitannya dengan ajaran tentang sesuatu yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
            Secara yuridis formal, pendidikan nilai, moral, dan norma indonesia dilaksanakan melalui pendidikan kewarganegaraan yang berlandaskan pada undang undang dasar republik indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) sebagai landasan konstitusional, undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) sebagai landasan operasional dan peraturan menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi (SI) dan nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler.
Adanya ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan dalam UU sisdiknas sebagai mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi menunjukan bahwa mata pelajaran ini menempati kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional di negara ini.

C. Dimensi Pembelajaran PKn

Dimensi pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran yang dapat mempersiapkan warga negara yang mampu hidup dalam masyarakat demokratis. Dengan kata lain, perlu ada sejumlah alternatif model pembelajaran PKn yang mampu mengantarkan dan mengisi masyarakat demokratis.
Pada hakekatnya proses pembentukan karakter bengsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu masyarakat indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak yang harus dijawab oleh pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma barunya.
Tugas PKn dengan paradigma yang direvitalisasi adalah mengembangkan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara, membina tanggung jawab warganegara dan mendorong partisipasi warganegara.
            Bagaimana PKn mengembangkan warga negara yang demokratis melalui tiga fungsi pokoknya itu ?
            Untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma PKn yang baru. Sebelum mengembangkan model pembelajaran yang dimaksud, telebih dahulu perlu dikemukakan dahulu tentang konsep warga negara yang demokratis.
Khusus bagi calon guru dan guru pemula diharapkan agar sedapat mungkin memperbanyak latihan dalam menerapkan model pembelajaran PKn dengan paradigma baru. Dengan demikian, kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran PKn menjadi semakin kaya dan implikasi lebih lanjut, para siswa akan semakin menyenangi belajar PKn karena gurunya memiliki kemampuan yang memadai.
Demokrasi sering dikatakan sistem pemerintahan yang cerdas dan rasional. Suatu negara tidak dapat hidup secara demokratis apabila masyarakatnya dalam keadaan miskin, bodoh, dan tidak terdidik. Dengan kata lain, masyarakat demokratis baru dapat terwujud apabila masyarakatnya berpendidikan, cerdas, memiliki tingkat penghidupan yang cukup ( layak ), dan mereka punya keinginan berpatisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kita mewarisi pemerintahan demokratis, yaitu pemerintahan yang “ berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Dalam prinsip pemerintahan demokratis terkandung hak berpartisipasi dari setiap warga negara. Hak berpartisipasi ini membebankan tanggung jawab tertentu kepada setiap warga negara. Diantara tanggung jawab ini adalah tanggung jawab untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan berpartisipasi secara cerdas, dan tanggung jawab untuk berkehendak meningkatkan kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.
Agar warga negara dapat berpartisipasi secara efektif, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan, pengalaman praktis , dan pemahaman tentang pentingnya partisipasi warga negara. Mempersiapkan warga negara yang memiliki kualitas seperti tersebut diatas merupakan tugas pokok kependidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus dalam pendidikan persekolahan , pendidikan kewarganegaraan (PKn) memegang peranan yang sangat strategis dalam mempersiapkan dan membina warga negara dengan kualitas seperti terurai di atas.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah pertisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Menimbang dasar pikiran dan tujuan PKn di atas , selayaknya pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi. Oleh karena itu ada dua hal yang perlu mendapat perhatian kita dalam mempersiapkan pembelajaran PKn dikelas, yakni bekal pengetahuan materi pembelajaran dan metode atau pendekatan pembelajaran.
Model pembelajaran PKn dengan paradigma yang direvitalisasi hendaklah dapat mengakomodasi untuk mencapai tujuan PKn itu sendiri. Model pembelajaran PKn berupa berbasis portofolio, model pembelajaran ini perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan siswa bahkan tingkat perkembangannya. Guru dapat memodifikasi model ini dengan tidak mengubah prinsip-prinsip pokok.
Portofolio dalam pembelajaran PKn merupakan kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji oleh mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti pernyataan-pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini menggambarkan:
1.    Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan suatu masalah yang telah mereka pilih.
2.    Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut.
3.    Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa untuk mengatasi masalah tersebut.
4.    Rencana tindakan yang telah dibuat siswa untuk digunakan dalam mengusahakan agar pemerintah menerima kebijakan yang mereka usulkan.
Dalam menilai portofolio, “karya terpilih” merupakan istilah yang sangat penting. Bahan penilaian harus menjadi akumulasi dari segala sesuatu yang dapat ditemukan para siswa pada topik mereka bukan hanya seksi penayangan dan bukan pula seksi pendokumentasian. Portofolio harus membuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting.
Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik mereka dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik atau kebijakan publik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif para siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya dengan cara:
1.    Membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif.
2.    Membekali pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi dan efektivitas partisipasi.
3.    Mengembangkan pemahaman akan entingnya partisipasi warganegara.
Pembelajaran PKn ini akan menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan memperdalam pemahaman siswa tentang bagaimana bangsa Indonesia, yakni kita semua dapat bekerjasama mewujudkan masyarakat yang lebih baik.
Dalam usaha mencapai tugas-tugas pembelajaran PKn ini di tempuh melalui enam tahap kegiatan sebagai berikut:
Tahap I            : Mengidentifikasi masalah kebijakan publik di masyarakat.
Tahap II          : Memilih satu masalah untuk kajian kelas.
Tahap III         : Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji oleh
  kelas.
Tahap IV         : Membuat portofolio kelas.
Tahap V          : Menyajikan portofolio.
Tahap VI         : Refleksi terhadap pengalaman belajar.
Dalam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio, kelas dibagi kedalam empat kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio kelas.
Setiap kelompok memiliki tugas yang berbeda namun mulai kelompok pertama sampai keempat harus saling terkait (sekuensial) dan merupakan satu kesatuan. Adapun tugas mereka dapat diuraikan sebagai berikut:
a.    Kelompok Portofolio Satu: Menjelaskan masalah. Kelompok portofolio satu ini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah dipilih untuk dikaji oleh kelas.
b.    Kelompok Portofolio Dua: Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan masalah. Kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini dan/ atau kebijakan alternatif yang dirancang untuk memecahkan masalah.
c.    Kelompok Portofolio Ketiga: Membuat satu kebijakan publik yang akan di dukung oleh kelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut.
d.    Kelompok Portofolio Keempat: Membuat suatu rencana tindakan agar pemerintah mau menerima kebijakan kelas. Kelompok ini bertanggungjawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menunjukan bagaimana warga negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang di dukung oleh kelas.
Bahan-bahan dalam portofolio memuat dokumentasi terbaik yang telah di kumpulkan oleh kelas dan kelompok dalam meneliti masalah. Bahan-bahan dalam portofolio itupun hendaknya memuat bahan-bahan tulis tangan asli atau karya seni asli para siswa.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A. Kesimpulan

            Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan bidang studi yang bersifat multifaset. Secara epistemologis, PKn merupakan pengembangan dari salah satu dari lima tradisi “social studies” yakni citizenship transmission yang saat ini berkembang pesat menjadi suatu body of knowledge yang memiliki paradigma sistemik yang didalamnya terdapat tiga domain yakni domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural.
            Untuk mencapai tujuan dan nilai PKn dengan paradigma baru perlu disusun bekal pengetahuan materi pembelajaran dan model pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan dan harapan PKn yakni mengembangkan kecerdasan warga negara dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, dan sosial, mengembangkan peserta didik untuk berpartisipasi sebagai warga negara guna menopang tumbuh dan berkembangnya warga negara yang baik. Hal ini disusun agar selayaknya dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai.

B. Saran

Sebagai warga negara Indonesia, kita harus dapat memahami betul peran kita sebagai warga negara Indonesia yang baik. Pendekatan dan metodologi pada pembelajaran PKn yang disarankan untuk dikembangkan adalah pembelajaran yang berorientasi pada proses berpikir kritis dan pemecahan masalah secara demokratis



 

DAFTAR PUSTAKA


Rahmat, dkk. 2009. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.
Kaelan, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: PARADIGMA Yogyakarta.
Sumarsono, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Uaksena, 2011. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Tersedia dilaman http://uaksena.wordpress.com/2011/07/20/paradigma-pendidikan-kewarganegaran-pendidikan-demokrasi-di-indonesia/. Di akses pada tanggal 24 September 2014.


[1] Djahiri, Kosasih., Definisi Nilai., 1985, hlm:20

3 comments:

Kumpulan cerpen said...

kak tulisannya nggak keliatan..

Unknown said...

Sorry, udah di edit berulang kali, tetep begini tulisannya :( coba di block tulisannya ya

Fitriana said...

How beautiful background ❤

Post a Comment

Love is...
© Rima Putri's Blog - Template by Blogger Sablonlari - Font by Fontspace